
Pati Jawa Tengah, CN– Arogansi seorang oknum kepala sekolah kembali mencoreng dunia pendidikan. Jariyo, Kepala Sekolah SDN 1 Pakis, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, diduga kuat telah melontarkan penghinaan terhadap profesi wartawan dengan menggunakan istilah “KW” dalam kolom komentar di media sosial Facebook (15/05).
Pemicunya adalah pemberitaan terkait laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Aryo Singgih, sebuah akun Facebook yang belakangan diakui milik Jariyo, terhadap Solihul Huda. Alih-alih memberikan klarifikasi yang santun, Jariyo justru memperkeruh suasana dengan komentar-komentar pedas yang menyasar para awak media yang turut memberitakan kasus tersebut.
Salah satu komentar yang menuai kecaman berbunyi, “dasar KW ben ketoke kayak yak yak o padahal nek di iya’i kliwat tssstt” Yang artinya (dasar KW biar kelihatan seperti betulan padahal jika dilayani nanti….- red). Kata “KW” yang memiliki konotasi barang palsu atau tidak berkualitas sontak membuat puluhan jurnalis dari berbagai media geram dan mendatangi langsung Jariyo di tempat kerjanya untuk meminta klarifikasi.
Ironisnya, saat dikonfirmasi, Jariyo berkelit dan menyatakan bahwa kata “KW” tersebut hanyalah sebuah “candaan” yang berasal dari “wkwkwk” yang diubah. Namun, logika ini jelas cacat dan tidak dapat diterima. Bagaimana mungkin seorang pendidik, yang seharusnya menjadi teladan dalam bertutur kata, justru menggunakan istilah yang merendahkan profesi lain?
Lebih lanjut, Jariyo bersikukuh bahwa kata “KW” tersebut ditujukan kepada pelapor, Solihul Huda, yang disebutnya sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan dianggap pantas diperlakukan demikian karena telah “memfitnahnya” terkait isu perselingkuhan. Pengakuan ini justru semakin memperlihatkan watak asli seorang kepala sekolah yang alih-alih menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, justru menebar ujaran kebencian dan merendahkan martabat orang lain.
Sikap Jariyo yang sama sekali tidak menunjukkan penyesalan dan enggan meminta maaf, meskipun para wartawan telah bersikap sopan dan menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang mungkin timbul akibat pemberitaan, semakin memperburuk citranya sebagai seorang pendidik. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah seorang kepala sekolah dengan karakter seperti ini layak untuk terus memimpin dan mendidik generasi penerus bangsa?
Tindakan Jariyo ini bukan hanya menghina profesi wartawan yang memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik, tetapi juga mencerminkan rendahnya etika dan moral seorang aparatur sipil negara (ASN), khususnya di bidang pendidikan. Kejadian ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Kabupaten Pati dan menuntut adanya tindakan tegas dari pihak terkait.
Para awak media yang merasa terhina dengan ucapan Jariyo tentu tidak akan tinggal diam. Langkah-langkah selanjutnya kemungkinan akan ditempuh untuk memperjuangkan kehormatan profesi dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang kembali. Publik pun menanti respons dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pati terkait perilaku tidak terpuji dari salah satu kepala sekolahnya ini. Sebuah permintaan maaf yang tulus dan tindakan korektif yang nyata adalah harga mati untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.*Publisher -Red.