
PRABUMULIH, Kamis, 17 Juli 2025 – Ali Sopyan Soroti Drama seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Pemerintah Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, telah mencapai puncaknya, bukan dengan lahirnya birokrasi yang bersih, melainkan dengan terkuaknya borok akut maladministrasi dan ketidaktransparanan. Ini bukan sekadar cacat prosedural; ini adalah tamparan keras bagi prinsip meritokrasi dan indikasi kuat runtuhnya kepercayaan publik terhadap sistem rekrutmen abdi negara.
Apa yang disebut “proses seleksi” ini sejatinya adalah panggung absurditas. Ratusan peserta yang merasa haknya dirampas berteriak, namun ironisnya, mereka justru dituntut untuk menyajikan bukti konkret, seolah-olah sistem yang cacat ini adalah tanggung jawab mereka. Di mana peran BKPSDM? Di mana transparansi data yang seharusnya menjadi landasan utama? Ini bukan lagi tentang kelalaian, melainkan kesengajaan menciptakan labirin birokrasi agar kebobrokan tidak terungkap.
Ambil contoh klaim seorang lurah yang konon telah “siap bertanggung jawab” atas kebenaran data. Pernyataan lisan yang mengambang tanpa dasar data yang terverifikasi ini bukan hanya tidak relevan, tapi cenderung menyesatkan. Apa gunanya klaim kesiapan bertanggung jawab jika tidak ada mekanisme pengawasan independen dan akses data yang terbuka? Ini hanya retorika kosong yang membungkus kejanggalan.
Kemudian, kasus petugas kebersihan berstatus TKS yang mengabdi lima tahun dan lulus tes PPPK, namun kemudian dipermasalahkan karena absen. Absen? Sejak kapan daftar absensi menjadi penentu utama kelulusan dibandingkan dengan bukti pengabdian bertahun-tahun dan SK PHL/TKS yang jelas? Ini menunjukkan standar ganda yang patut dipertanyakan, atau lebih buruk lagi, indikasi permainan kotor yang sengaja diciptakan untuk menyingkirkan mereka yang berhak demi mengakomodasi kepentingan lain. Jika memang tidak ada absensi formal, mengapa hal itu tidak menjadi masalah dari awal proses verifikasi? Ini adalah kelalaian sistematis yang disengaja, bukan kebetulan.
Kami telah melakukan penelusuran langsung ke lapangan dan menyaksikan sendiri bagaimana data dimanipulasi dan kebenaran dibungkam. Klaim BKPSDM Prabumulih yang telah memverifikasi lebih dari 900 pendaftar hingga tersisa 599 yang ikut tes, lalu 499 dinyatakan lulus oleh Menpan RB, adalah angka-angka tanpa makna jika tidak disertai dengan penjelasan transparan mengenai setiap tahapan verifikasi, kriteria penilaian yang objektif, dan mekanisme banding yang adil. Angka-angka ini justru menjadi bukti bisu sebuah proses yang tidak akuntabel, sebuah ilusi keberhasilan yang menutupi kecurangan.
Situasi ini bukan lagi “permasalahan baru”; ini adalah puncak gunung es dari patologi birokrasi yang menggerogoti Prabumulih. Kami mendesak, bahkan menuntut keras, kepada seluruh pihak yang merasa dicurangi untuk segera melayangkan gugatan hukum ke pengadilan tata usaha negara dan melaporkan maladministrasi ini ke Ombudsman Republik Indonesia tanpa penundaan. Jangan biarkan kezaliman ini mengendap dan menjadi preseden buruk bagi masa depan birokrasi kita.
Seleksi PPPK seharusnya menjadi pilar keadilan dan profesionalisme, bukan menjadi sarang praktik kotor dan nepotisme. Demi martabat Prabumulih dan demi terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparansi total, akuntabilitas tanpa kompromi, dan keadilan mutlak adalah harga mati yang harus ditegakkan. Kami tidak akan berhenti mengawal dan membongkar setiap indikasi kecurangan sampai keadilan benar-benar ditegakkan dan para pelaku bertanggung jawab atas bobroknya sistem ini.
Publisher -Red
Editor CN -Jhon