
KUNINGAN – Program insentif senilai Rp1 miliar dari Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk para Imam Tajug dan Guru Ngaji seharusnya menjadi bentuk apresiasi atas dedikasi mereka dalam membina kehidupan spiritual masyarakat. Namun, dugaan praktik tidak terpuji oleh oknum pengurus internal Komunitas Imam Tajug (KOMIT) diduga telah menodai niat baik Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar.
Beberapa Imam Tajug mengungkapkan bahwa setelah menerima dana insentif sebesar Rp1 juta, mereka diminta secara lisan oleh pengurus KOMIT di tingkat bawah untuk mengembalikan sebagian uang. Nominal yang diminta bervariasi, mulai dari Rp50 ribu hingga Rp200 ribu, tanpa disertai penjelasan resmi atau dasar yang jelas.
“Uangnya kami terima utuh, tapi disuruh setor kembali. Tidak tahu untuk apa, yang minta juga pengurus kami sendiri,” ujar salah seorang Imam Tajug yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (12/7/2025). “Kami tidak enak menolak, tapi dalam hati bertanya-tanya, ini maksudnya apa?” imbuhnya.
Praktik semacam ini tidak hanya menimbulkan kekecewaan, tetapi juga berpotensi mencoreng marwah institusi keagamaan. Apabila program insentif yang dilandasi semangat penghormatan terhadap penjaga surau justru dimanfaatkan oleh segelintir oknum untuk kepentingan pribadi, maka yang berisiko tercoreng bukan hanya nama organisasi, tetapi juga nilai-nilai yang selama ini mereka suarakan.
Ironisnya, dugaan pemotongan ini bukan dilakukan oleh pihak eksternal, melainkan dari internal KOMIT itu sendiri. Mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas dan nilai spiritual, justru diduga terlibat dalam praktik yang merusak kepercayaan publik.
Program insentif ini merupakan salah satu langkah konkret Bupati Kuningan dalam membangun iklim religius dan memberikan penghargaan kepada para tokoh keagamaan di daerah. Jika praktik semacam ini dibiarkan, bukan hanya program yang berpotensi kehilangan makna, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi keagamaan.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi telah berupaya menghubungi Ketua KOMIT Kuningan, berinisial S.S., melalui pesan WhatsApp untuk meminta klarifikasi. Namun, belum ada tanggapan yang diberikan. Sikap diam di tengah tuduhan serius ini dapat menimbulkan pertanyaan lebih besar terkait pengetahuan dan sikap pengurus pusat terhadap praktik tersebut.
Pemerintah daerah diharapkan dapat segera menindaklanjuti dugaan ini. Membangun program dengan niat baik saja tidak cukup. Pengawasan, evaluasi, dan transparansi harus menjadi pilar utama dalam pelaksanaannya. Jika tidak, ruang kebaikan berisiko terus dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang melihat agama sebagai komoditas, bukan nilai.
Para Imam Tajug yang selama ini membimbing masyarakat dengan ikhlas, tidak sepatutnya menjadi korban sistem yang berpotensi korup. Mereka berhak mendapatkan haknya secara utuh, tanpa intimidasi, tekanan, atau potongan. Program keagamaan semestinya menjadi cahaya yang menerangi jalan, bukan bayang-bayang yang menyimpan kegelapan.
Publisher -Red