
PEKANBARU,RIAU – Dewan Pimpinan Pusat Solidaritas Peduli Keadilan Nasional (DPP SPKN) berencana melaporkan dugaan penyimpangan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) pada Dinas Pendidikan Riau Tahun Anggaran 2023 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal DPP SPKN, Frans Sibarani, dalam konferensi pers dengan sejumlah awak media pada Rabu (04/06/2025) di Pekanbaru.
Frans Sibarani menjelaskan, berdasarkan informasi yang dihimpun, pada tahun 2023 terdapat 27 item kegiatan di Dinas Pendidikan Riau yang bersumber dari dana BOSDA dengan total anggaran mencapai Rp335.122.118.025.
“Namun, berdasarkan hasil investigasi sementara tim DPP SPKN, seluruh kegiatan tersebut diduga belum dilaksanakan sesuai ketentuan atau petunjuk teknis yang telah ditetapkan dalam penggunaan dana BOSDA, sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur No. 40 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah Daerah,” ungkap Frans Sibarani.
Ia menambahkan, apa yang dilakukan Disdik Riau disinyalir tidak sesuai dengan aturan, sehingga diduga telah terjadi pemborosan anggaran yang berpotensi merugikan keuangan negara.
“Atas temuan sementara dari tim investigasi DPP SPKN, dalam waktu dekat kami akan kembali membentuk tim khusus untuk melakukan observasi dan pengumpulan bahan keterangan, yang selanjutnya akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Frans.
Meskipun demikian, DPP SPKN selaku lembaga kontrol sosial tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Sebelum melapor ke KPK, DPP SPKN telah melayangkan surat konfirmasi kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau dengan Surat Nomor: 355/Konf-DPP-SPKN/VI/2025, tertanggal 04 Juni 2025. Surat tersebut berisi permintaan klarifikasi atas dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dana BOSDA tahun 2023.
Menurut Frans Sibarani, kegiatan BOSDA Disdik Riau yang dicermati pihaknya mengindikasikan pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. “Anggaran belanja ratusan miliar hanya untuk belanja yang tidak jelas, sehingga tidak ada dampak manfaatnya bagi siswa,” ujarnya.
“Kami menduga telah terjadi praktik korupsi dengan permainan anggaran, walaupun secara hukum belum terbukti,” akunya.
Langkah ini, menurut Frans Sibarani, merupakan bagian dari upaya menjalankan fungsi kontrol sosial masyarakat dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). “Tindakan tersebut selaras dengan amanat berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” paparnya.
DPP SPKN meminta agar Dinas Pendidikan Riau memberikan penjelasan secara rinci dan terbuka terhadap dugaan tersebut setelah diterimanya surat konfirmasi. “Kami menekankan pentingnya komitmen pejabat publik untuk memberikan tanggapan secara transparan dan tidak diskriminatif, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008,” harapnya.
“Tanpa mengurangi apresiasi atas capaian yang telah dilakukan, kami tetap berhak mencari, memiliki, dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Konfirmasi ini bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel,” papar Sekjen DPP SPKN ini.
“Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan tidak ada tanggapan resmi, DPP SPKN akan melanjutkan temuan tersebut kepada aparat penegak hukum dan akan langsung ke KPK, supaya seluruh pejabat terkait dalam pengelolaan dana BOSDA diperiksa,” tandas Frans Sibarani.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Erisman Yahya, melalui Kepala Bidang Pembinaan SMA Disdik Riau, Nasrul Akmal, mengatakan, “Nanti kita bicarakan dengan Romi FRAN. Rencana besok siang jumpa. Posisi sekarang di Bengkalis,” tulisnya dalam pesan WhatsApp.*(Red)