
BLORA – 16 Juli 2025– Dunia pers Indonesia kembali dihadapkan pada ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi. Tiga wartawan ditangkap oleh aparat kepolisian di Blora atas dugaan pemerasan, tak lama setelah mereka menerbitkan laporan investigasi terkait dugaan aktivitas pengepulan bahan bakar minyak (BBM) ilegal di wilayah tersebut. Ironisnya, hingga kini, dugaan mafia BBM yang menjadi objek pemberitaan justru belum tersentuh proses hukum.
Peristiwa ini menjadi sorotan setelah Kantor Hukum John L. Situmorang & Partners memberikan pendampingan hukum kepada ketiga wartawan tersebut di Polres Blora pada 22 Mei 2025. Pihak kuasa hukum menilai, penangkapan ini mengindikasikan adanya upaya kriminalisasi dan rekayasa hukum yang membungkam kerja jurnalistik.
Kasus ini bermula dari temuan investigasi para wartawan PortalIndonesiaNews mengenai dugaan pengepulan BBM ilegal di Blora. Hasil temuan tersebut kemudian dipublikasikan sebagai produk jurnalistik, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Alih-alih mendapatkan klarifikasi atau hak jawab, salah satu pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan tersebut justru menghubungi wartawan dan meminta agar berita dihapus atau “take down”. Pihak tersebut bahkan disebut-sebut menawarkan sejumlah uang sebagai kompensasi.
Menurut keterangan tim kuasa hukum, para wartawan kemudian diundang untuk bertemu di sebuah rumah makan lesehan di Blora. Dalam pertemuan tersebut, uang dalam sebuah bungkusan tiba-tiba diletakkan di meja. Tak lama berselang, sejumlah orang yang mengaku sebagai petugas kepolisian datang dan langsung menangkap para wartawan dengan tuduhan pemerasan.
John L. Situmorang, dari tim kuasa hukum, menyatakan kejanggalan dalam kasus ini. “Ini sangat aneh. Justru pihak yang menjanjikan dan meletakkan uang di meja adalah pihak pengepul BBM. Secara hukum, niat jahat atau mens rea justru berasal dari pihak yang mengundang wartawan dan meletakkan uang, bukan dari wartawan,” tegasnya pada Selasa, 15 Juli 2025.
Tim kuasa hukum menekankan bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan, mekanisme penyelesaian yang dijamin oleh UU Pers adalah melalui hak jawab atau hak koreksi, bukan melalui tindakan kriminalisasi yang diduga merupakan rekayasa.
Hingga rilis berita ini diterbitkan, belum ada satu pun oknum pengepul BBM yang disebut-sebut terlibat dalam praktik ilegal tersebut yang diproses hukum. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: mengapa dugaan mafia BBM seolah kebal hukum, sementara wartawan yang menjalankan tugas jurnalistik justru menjadi target penangkapan?
“Jika memang ada pelanggaran hukum, mengapa pengepul BBM tidak ikut ditangkap? Apakah ini bentuk perlindungan terhadap mafia yang berkedok bisnis sah? Ini adalah alarm bahaya bagi kebebasan pers dan keadilan hukum di negara kita,” pungkas tim pengacara.
Tim kuasa hukum mendesak Kapolri, Kompolnas, hingga Komnas HAM untuk segera meninjau ulang kasus ini. Mereka menyerukan agar aparat penegak hukum (APH) bertindak adil, transparan, dan tidak berpihak pada pemodal atau pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik ilegal.
“Pers bukanlah musuh negara, melainkan pilar demokrasi. Jika wartawan yang berupaya mengungkap kebenaran justru dipenjarakan, maka siapa lagi yang akan berani membongkar kebusukan di balik tirai bisnis kotor?” seru tim kuasa hukum, menegaskan pentingnya menjaga independensi dan kebebasan pers demi tegaknya keadilan.
Publisher -Red