
MANADO – Isu terkait aktivitas pertambangan ilegal di Sulawesi Utara (Sulut) yang kerap dikaitkan dengan institusi Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) telah menarik perhatian berbagai pihak. Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI) menjadi salah satu organisasi yang menyuarakan keprihatinannya.
Melalui perwakilannya di wilayah Sulut, Chandra E. Damopolii, KANNI mendesak Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harry Langie untuk menindaklanjuti dugaan adanya pemberitaan yang tidak sesuai kaidah jurnalistik, khususnya yang melibatkan oknum wartawan berinisial FOL. Oknum tersebut diduga mempublikasikan konten melalui salah satu media elektronik yang dinilai mengandung unsur fitnah dan provokasi.
Chandra E. Damopolii menyampaikan bahwa oknum wartawan yang dimaksud kerap mencatut nama pejabat tinggi Mabes Polri tanpa dasar yang jelas. Selain itu, ada dugaan pelintiran fakta hukum terkait isu pertambangan tanpa izin (PETI).
“Kami mendesak Kapolda Sulut untuk menindak tegas oknum wartawan yang tidak memiliki legalitas jelas dan tidak pernah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), jika terbukti pemberitaannya merugikan institusi Polri dan mencoreng nama baik aparat penegak hukum,” ujar Chandra kepada wartawan pada Senin (23/6/2025).
Ia juga menyoroti penggunaan foto pribadi secara sembarangan dan provokatif yang diduga dilakukan oleh oknum tersebut dalam pemberitaannya.
Chandra menambahkan bahwa oknum wartawan tersebut, berdasarkan informasi KANNI, tidak tercatat sebagai anggota organisasi pers resmi yang terverifikasi oleh Dewan Pers. KANNI menilai hal ini dapat menjadi indikator kurangnya kredibilitas dan integritas dalam praktik jurnalistik.
“Kredibilitas jurnalis itu harus diuji. Jika tidak punya sertifikasi dan tidak berada di bawah organisasi resmi, lalu menulis berita yang bersifat fitnah, ini bisa masuk wilayah pidana,” tegas Chandra.
KANNI menyatakan akan terus mengawal isu ini dan mendorong aparat penegak hukum untuk memanggil serta meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran hukum terkait pemberitaan tersebut.
“Ini bukan sekadar isu pribadi, tetapi menyangkut kehormatan institusi kepolisian. Narasi yang tidak berdasar dan tanpa klarifikasi tidak boleh dibiarkan beredar begitu saja,” tegas Chandra.
KANNI juga menyampaikan harapannya kepada Kapolda Sulut untuk segera menindaklanjuti laporan dan kegelisahan publik terhadap maraknya pemberitaan provokatif yang diduga tidak sesuai dengan kaidah jurnalistik.
“Kami percaya Kapolda Sulut akan bertindak objektif dan profesional dalam menangani masalah ini,” ujarnya.
Secara terpisah, anggota KANNI telah melakukan konfirmasi kepada salah satu narasumber yang disebut dalam pemberitaan, yakni Meilan. Meilan memberikan bantahan keras terkait informasi yang beredar.
“Itu semua tidak benar. Apalagi sampai membawa-bawa nama institusi Polri atau Bapak Kapolri. Itu semua bohong alias hoaks. Kami juga tidak kenal dengan wartawan bernama Frits Opo Lokong,” tegas Meilan.
KANNI menegaskan komitmennya untuk berdiri tegak di samping kebenaran dan supremasi hukum. KANNI juga mengimbau media massa untuk senantiasa menyebarkan informasi berdasarkan fakta dan tidak menyebarkan informasi tanpa dasar yang dapat menyesatkan masyarakat.
Publisher -Red