
Tapung Hulu, Kampar –16 Juli 2025– Proyek pembangunan yang digarap oleh PT. APG West Kampar Indonesia di Desa Sukarami, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, kembali memicu keresahan di kalangan masyarakat. Aktivitas pemasangan paku bumi dalam proyek yang dikerjakan oleh PT. PNE (Pertambangan Nusantara Energi) ini diduga kuat telah menyebabkan keretakan pada sejumlah rumah warga sekitar.
Salah satu warga yang terdampak adalah H. Idris, S.Pd, seorang tokoh masyarakat Desa Sukarami. Ia mengungkapkan kekhawatirannya akan dampak lebih lanjut dari pengerjaan proyek tersebut.
“Penanaman paku bumi ini sudah sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat, termasuk saya. Lihatlah rumah saya mengalami keretakan seperti ini, padahal yang dipasang baru satu buah. Kalau mereka pasang 357 tiang seperti yang direncanakan, bisa-bisa rumah saya roboh!” tegas H. Idris kepada awak media.
Senada dengan H. Idris, seorang warga lain yang enggan disebutkan namanya, juga mengeluhkan dampak getaran kuat yang ditimbulkan oleh alat berat proyek. Getaran tersebut digambarkan menyerupai gempa.
“Jujur saja, saya muak dengan proyek ini. Atap rumah saya bergetar setiap alat berat mereka bekerja. Ini lingkungan permukiman, bukan kawasan industri!” keluh warga tersebut.
Merespons keresahan yang meluas, H. Idris bersama 10 warga lainnya telah menandatangani petisi penolakan dan mendesak penghentian pengerjaan proyek, khususnya pemasangan beton paku bumi.
Aktivitas proyek PT. APG West Kampar ini diduga telah melanggar sejumlah regulasi dan undang-undang yang berlaku di Indonesia, antara lain:
* Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a: “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.”
* Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 16 ayat (1): “Bangunan gedung harus memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.”
* Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 78: “Pengguna jasa wajib bertanggung jawab atas akibat hukum dari kegiatan konstruksi yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat sekitar.”
Masyarakat mendesak agar pemerintah daerah dan Pertamina Hulu Rokan (PHR), yang diduga berafiliasi dengan proyek ini, segera mencabut izin pelaksanaan proyek yang dinilai meresahkan tersebut.
“Kami minta proyek ini dihentikan saja. Ini tidak masuk akal, proyek skala besar dilakukan di tengah permukiman! Kami minta PHR dan pemerintah tegas mencabut izin PT. APG West Kampar Indonesia,” tandas H. Idris.
Andre, selaku Penanggung Jawab Lapangan dari PT. PNE, membenarkan adanya keluhan dari warga. Ia menyatakan bahwa laporan masyarakat telah disampaikan kepada pihak manajemen untuk dicarikan solusi. Andre juga mengatakan pihaknya meminta tanggapan dari Kepala Desa sebagai perwakilan pemerintah desa terkait masalah ini.
Catatan Redaksi
Apabila dugaan pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku terbukti, maka PT. APG dan PT. PNE berpotensi menghadapi proses hukum atas kerugian dan dampak negatif yang ditimbulkan pada lingkungan serta masyarakat. Insiden ini menegaskan urgensi bagi aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk segera bertindak, guna mencegah potensi konflik sosial yang lebih besar di kemudian hari.
Publisher -Red
Kontributor liputan CN – Pajar Saragih