
PURWOREJO, Senin 19 Mei 2025 – Tindakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Purworejo yang melakukan penggeledahan di kediaman seorang warga bernama Watini di Kelurahan Bayem, Kecamatan Kutoarjo, menuai kritik tajam. Kepala Satpol PP Damkar Purworejo, Budi Wibowo, bersikukuh bahwa operasi yang dilakukan pada 15 Mei 2025 tersebut telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal mereka. Namun, pernyataan ini bertentangan dengan prinsip kehati-hatian, potensi pelanggaran terhadap hak privasi warga yang dijamin undang-undang, serta prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Budi Wibowo bahkan menyatakan bahwa pihaknya tidak merasa perlu melibatkan aparat kepolisian dalam penggeledahan tersebut, dengan alasan Satpol PP memiliki kewenangan untuk bertindak mandiri. Ia juga mengklaim bahwa aturan internal Satpol PP memungkinkan mereka untuk menggeledah rumah warga hanya dengan surat perintah, tanpa memerlukan izin atau koordinasi dengan pihak eksternal, termasuk tokoh masyarakat setempat seperti RT, RW, lurah, atau kepala desa.
“Apa yang kami lakukan sesuai pada SOP, PPNS kami mempunyai hak melakukan penggeledahan terhadap ranahnya orang lain (rumah warga),” ujarnya kepada awak media pada Senin (19/05/2025) di kantornya. “Kami bisa mandiri untuk melakukan kegiatan yang ada pada kami. Kami tidak memberitahukan ke RT RW kami tidak ada kewajiban.”
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pemahaman dan kepatuhan Satpol PP terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur secara jelas prosedur penggeledahan dalam konteks proses pidana. Pasal 33 KUHAP secara tegas menyatakan bahwa penggeledahan rumah atau tempat tertutup lainnya hanya dapat dilakukan dengan surat perintah dari ketua pengadilan negeri setempat, kecuali dalam hal tertangkap tangan atau keadaan mendesak. Bahkan dalam keadaan mendesak pun, sesuai Pasal 34 KUHAP, tindakan penggeledahan tanpa surat perintah harus segera dilaporkan kepada ketua pengadilan negeri untuk mendapatkan persetujuan.
Ketua LSM Tamperak, Sumakmun, selaku kuasa hukum Watini, mendesak Kepala Satpol PP Purworejo untuk meninjau kembali prosedur yang telah dilakukan, mengingat ketentuan dalam KUHAP yang seharusnya menjadi acuan utama dalam tindakan penegakan hukum yang berpotensi melanggar hak privasi. “Bahwa penggeledahan seharusnya diawali karena adanya laporan yang mengarah pada seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hukum, kemudian yang bersangkutan diberikan teguran terlebih dahulu dan sebagainya sebelum penggeledahan itu dilakukan dan itupun mestinya menyertakan pihak kepolisian,” tegas Sumakmun.
Lebih lanjut, Sumakmun menyoroti pentingnya penghormatan terhadap hak privasi warga negara. Meskipun Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang secara komprehensif mengatur hak privasi, prinsip perlindungan terhadap kehidupan pribadi dijamin dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 29). Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 (Pasal 26 ayat 1) juga menggarisbawahi pentingnya persetujuan dalam penggunaan informasi pribadi melalui media elektronik, yang secara implisit menunjukkan pengakuan terhadap hak individu untuk mengontrol informasi tentang dirinya.
Kejanggalan dalam penggeledahan ini semakin disorot oleh pengakuan Satpol PP yang tidak menemukan aktivitas ilegal atau individu yang melakukan pelanggaran hukum di rumah Watini saat penggeledahan. Di dalam rumah hanya terdapat dua orang yang merupakan anak dari Watini. “Lantas apa yang menjadi urgensi dari penggeledahan itu? Hal ini membuktikan bahwa Satpol PP tidak memiliki dasar yang kuat untuk melakukan penggeledahan rumah kediaman Watini,” ujar Sumakmun. “Yang lebih mengherankan lagi, penggeledahan dilakukan juga karena tempat itu pernah jadi tempat prostitusi atau tindak pidana, itu kan sudah lampau, sekarang tempat itu sudah menjadi kediaman Ibu Watini.”
Ironisnya, Budi Wibowo mengakui bahwa pihaknya tidak mengetahui jika rumah yang digeledah tersebut kini merupakan kediaman Watini. “Saya tidak tahu kalo (rumah) itu sekarang menjadi rumahnya (kediaman) Bu Watini,” katanya. Pengakuan ini mengindikasikan kurangnya validasi informasi dan perencanaan yang matang sebelum melakukan tindakan yang berpotensi melanggar hak privasi warga.
Sumakmun menegaskan bahwa Watini akan mengambil langkah hukum terkait insiden ini, termasuk kemungkinan upaya praperadilan untuk menguji keabsahan penggeledahan tersebut. Pihaknya menilai tindakan Satpol PP sebagai “asal geledah” yang tidak memiliki dasar kuat dan berpotensi melanggar aturan serta hukum yang berlaku, termasuk KUHAP dan prinsip-prinsip perlindungan hak privasi.
Kasus ini menjadi sorotan penting terkait profesionalisme dan pemahaman hukum aparat penegak peraturan daerah. Pemerintah Kabupaten Purworejo diharapkan dapat mengevaluasi prosedur operasional Satpol PP dan memastikan tindakan penegakan hukum dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, demi melindungi hak-hak warga negara dan menghormati prinsip-prinsip hukum yang berlaku di Indonesia.
Publisher -Red
Reporter CN -Jhon