
SUMENEP, Jumat, 28 Juni 2025 – Publik Sumenep dihebohkan dengan terbongkarnya fakta mengejutkan: Pemerintah Kabupaten Sumenep terkesan abai dalam menagih denda keterlambatan senilai hampir setengah miliar rupiah (Rp480.818.445,99) dari 58 proyek infrastruktur yang mangkrak atau molor. Temuan krusial dari Laporan Realisasi Anggaran 2023 ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan lemahnya pengawasan dan potensi kerugian besar bagi keuangan daerah, serta ancaman terhadap kualitas pembangunan infrastruktur vital.
Data menunjukkan, hingga pertengahan November 2023, realisasi Belanja Modal secara keseluruhan baru menyentuh 42,90% dari target. Angka ini mencakup proyek-proyek penting seperti gedung, bangunan, jalan, jaringan, dan irigasi yang menjadi tulang punggung pembangunan daerah. Angka yang jauh dari harapan ini sudah seharusnya menjadi alarm, namun yang lebih mencengangkan adalah puluhan proyek yang terbukti molor justru luput dari sanksi.
Padahal, aturan mainnya jelas: penyedia jasa yang terlambat wajib dikenai denda 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak per hari. Ini bukan kebijakan opsional, melainkan kewajiban yang tertera dalam kontrak. Namun, hasil pemeriksaan uji petik mengungkap 39 paket pekerjaan yang sudah selesai 100% pun masih menyimpan denda terabaikan sebesar Rp236.241.097,66. Belum lagi 19 paket lainnya dengan denda Rp244.577.348,33 yang nasibnya tak jauh berbeda.
Situasi ini memicu pertanyaan yang sangat serius: Mengapa mekanisme penegakan denda seolah lumpuh di Kabupaten Sumenep? Apakah ada unsur kelalaian fatal, atau bahkan disinyalir ada praktik “pembiaran” yang menguntungkan pihak-pihak tertentu? Kegagalan menagih denda ini bukan hanya soal hilangnya potensi pendapatan daerah, tapi juga menciptakan preseden buruk. Ini bisa menjadi sinyal bagi kontraktor lain bahwa molornya proyek tidak akan ada konsekuensinya, yang pada akhirnya dapat merusak kualitas dan ketepatan waktu proyek-proyek di masa mendatang.
Masyarakat Sumenep menuntut penjelasan segera dan tindakan tegas dari Pemerintah Kabupaten Sumenep. Tidak cukup hanya mengakui adanya temuan ini; publik butuh kejelasan mengenai:
- Siapa yang bertanggung jawab atas kelalaian penarikan denda ini?
- Langkah konkret apa yang akan diambil untuk segera menagih seluruh denda yang belum terkumpul?
- Bagaimana sistem pengawasan akan diperbaiki agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari?
Sudah saatnya transparansi dan akuntabilitas menjadi prioritas utama. Uang rakyat tidak boleh dibiarkan melayang hanya karena kelalaian atau dugaan pembiaran. Penanganan cepat dan tuntas atas kasus ini akan menjadi ujian kredibilitas bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam mengelola keuangan daerah dan memastikan setiap rupiah digunakan secara optimal untuk kemajuan daerah.
Publisher -Red