
LAMONGAN, CN-// Minggu, 20 Juli 2025 – Gelombang pertanyaan besar menyapu Kabupaten Lamongan menyusul terungkapnya dugaan penyimpangan fatal dalam distribusi bantuan alat pertanian senilai ratusan juta rupiah. Sebuah unit alat produksi pindad (kode PR 1800), yang sedianya menjadi urat nadi peningkatan produksi jagung petani Lamongan, kini justru ditemukan teronggok di Jombang, diduga telah beralih tangan melalui praktik penggadaian, menyeret nama pejabat Dinas Pertanian setempat.
Ironi ini bermula ketika alat canggih berbanderol tak kurang dari Rp 200 juta itu, diterima oleh Dinas Pertanian Lamongan pada 14 Maret 2021. Namun, janji bantuan yang diharapkan mendongkrak kesejahteraan petani Lamongan mendadak pupus. Mesin itu hanya singgah sesaat di gudang dinas, bak tamu tak diundang, sebelum kemudian ‘lenyap’ dari pantauan dan keberadaannya kini menimbulkan kecurigaan serius.
“Waktu itu yang mengurusi Kabid PSP, Bu Tiwi (Hartiwi Sisri Utami), Nana lengkapnya (yang ambil peni),” ungkap sumber internal dinas dengan nada muak, mengisyaratkan adanya peran sentral seorang pejabat dalam drama raibnya aset negara ini. Pengakuan ini bukan sekadar bisik-bisik, melainkan sinyal merah akan dugaan keterlibatan oknum berwenang dalam pusaran skandal ini.
Puncak kejanggalan terjadi pada 14 April 2021. Alat yang seharusnya mengalir ke tangan petani Lamongan itu justru dikeluarkan dari gudang dan entah bagaimana, diarahkan menuju Jombang. Catatan dinas yang mencantumkan nama “Santoso” sebagai pihak penerima semakin menebalkan kabut misteri. Siapa Santoso ini? Dan mengapa bantuan untuk Lamongan bisa “nyasar” sejauh itu?
Indikasi kuat bahwa alat ini telah digadaikan adalah pukulan telak bagi transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Jika terbukti, ini bukan lagi sekadar maladministrasi, melainkan dugaan tindak pidana korupsi yang secara brutal merampas hak-hak rakyat kecil dan mengkhianati amanat negara. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah jelas menggariskan ancaman bagi mereka yang menyalahgunakan wewenang dan merugikan keuangan negara.
Kasus ini menjadi cerminan buram tata kelola pemerintahan yang masih rentan terhadap praktik-praktik kotor. Bagaimana mungkin bantuan sekelas ratusan juta rupiah bisa menguap begitu saja dari daftar penerima yang sah, lalu berakhir di tangan pihak yang tak berhak, bahkan diduga menjadi barang gadai? Pertanyaan ini menuntut jawaban jujur dan tindakan konkret.
Publik Lamongan, dan tentu saja masyarakat luas, kini menunggu reaksi tegas dari aparat penegak hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian. Mereka diharap tidak lagi berdiam diri dan segera mengusut tuntas skandal ini, tanpa kompromi. Siapa aktor di balik layar? Apakah Santoso hanya pion, ataukah ada ‘pemain’ lain yang lebih besar di Dinas Pertanian Lamongan, termasuk Kabid PSP yang namanya telah disebut-sebut? Keadilan harus ditegakkan, dan aset negara yang telah digelapkan wajib dikembalikan!
Publisher -Red