
Tangerang Selatan , 12 Oktober 2025 – Aliansi Tangerang Raya (ATR) secara terbuka menyatakan mosi tidak percaya terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang Selatan, menuding institusi penegak hukum tersebut tidak profesional dan cenderung menutup mata terhadap dugaan mega-korupsi proyek infrastruktur.
ATR kini mengambil alih inisiatif dengan membawa laporan dugaan “bancakan anggaran” revitalisasi pedestrian Jalan Ciater Raya langsung ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Koordinator ATR, Tatang Sago, menegaskan ini bukan lagi soal laporan, melainkan desakan keras.
“Kami sudah mencium bau busuk ini sejak tahun lalu, tapi Kejari Tangsel pilih diam dan terkesan melindungi. Karena itu, kami minta Kejati Banten turun tangan langsung agar penanganan kasus ini objektif dan tidak mandul,” ujar Tatang dengan nada tegas, Minggu (5/10/2025).
Laporan ATR menyoroti skema yang sangat mencurigakan pada proyek Jalan Ciater Raya, yang anggarannya melonjak hingga 364% hanya dalam dua tahun dan diduga kuat menjadi ATM bagi oknum tertentu:
Tahun Anggaran 2023. Rp1.958.801.000.
T.A.2024. Rp 4.908.873.000.
Sepenir Rp20.000.000.000.
Perjalanan Dinas 117 Miliar Rupiah. ATK. 30 Miliar Rupiah.
T.A. 2025 Rp7.131.338.000.
“Ini bukan kenaikan wajar, ini ‘mark-up’ yang brutal! Anggaran meningkat drastis tanpa justifikasi teknis yang masuk akal,” kecam Tatang.
Lebih lanjut, ATR membongkar jantung masalah dari dugaan korupsi ini: proyek bernilai total lebih dari Rp 13 miliar ini selalu dieksekusi oleh kontraktor yang sama sebuah perusahaan yang diyakini dikendalikan langsung oleh oknum anggota DPRD Kota Tangerang Selatan.
> “Ada indikasi kuat praktik konflik kepentingan yang vulgar. Proyek miliaran rupiah ini diatur agar jatuh ke tangan orang yang punya hubungan darah atau kepentingan politik langsung dengan pengambil kebijakan di daerah. Ini adalah penyalahgunaan wewenang terang-terangan,” ungkap Tatang.
ATR juga menemukan modus operandi licik berupa pengulangan item pekerjaan pada dokumen anggaran tahun berbeda. Pekerjaan dasar seperti trotoar, drainase, dan kanstin yang sudah dikerjakan pada tahun sebelumnya, dianggarkan ulang dengan nilai lebih tinggi pada tahun berikutnya.
“Ini bukan proyek lanjutan, ini adalah rekayasa kegiatan dan pengulangan pekerjaan lama dengan harga baru. Diduga kuat terjadi penggelembungan (mark-up) anggaran dan manipulasi dokumen agar dana APBD tersedot ke kantong pihak yang sama,” tegasnya.
ATR berencana melayangkan laporan resmi yang komprehensif ke Kejati Banten awal pekan depan. Mereka menuntut Kejati membentuk Tim Khusus Antikorupsi Daerah untuk membersihkan Tangsel dari dugaan korupsi proyek-proyek APBD.
“Jika Kejati Banten tidak bertindak, maka publik akan menilai hukum di Tangsel ini sudah tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Kami ingin penegakan hukum yang bersih; jangan sampai Tangsel menjadi ‘sarang korupsi’ yang dipertontonkan,” tutup Tatang Sago.
Publisher -Red