
SAMPIT, 21 Oktober 2025– Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Tapian Nadenggan, yang merupakan bagian dari Sinar Mas Grup, menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri Sampit terkait sengketa sembilan bidang Tanah Adat Dayak di Kabupaten Kotawaringin Timur. Gugatan ini diajukan oleh Musi, dkk., yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut.
Sengketa lahan ini dilaporkan telah berlangsung cukup lama, di mana pihak perusahaan disebut mulai menggarap Tanah Adat tersebut sekitar tahun 2005 hingga 2006.
Musi, dkk., selaku Para Penggugat, adalah anggota Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dayak. Melalui kuasa hukum mereka, Sapriyadi, S.H., dijelaskan bahwa sembilan bidang Tanah Adat yang menjadi objek sengketa terletak di wilayah Hulu Sungai Paken, yang semula masuk dalam Desa Sebabi, dan kini diidentifikasi berada di Desa Pantap, Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Menurut Sapriyadi, kepemilikan tersebut didasarkan pada Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang diperkuat dengan adanya Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik).
“Kami menuntut ganti kerugian moril dan materil atas penggusuran tanam tumbuh di atas tanah adat tersebut. Total kerugian yang kami ajukan dalam gugatan ini adalah sebesar lima triliun lima miliar rupiah,” ujar Sapriyadi usai persidangan perdana.
Dalam persidangan perdana yang beragenda pemanggilan para pihak, kuasa hukum Penggugat menyayangkan ketidakhadiran pihak perusahaan.
“Kami sangat menyayangkan bahwa pada persidangan perdana ini pihak perusahaan tidak hadir. Oleh karena itu, kami minta agar pihak perusahaan bersikap kooperatif dan dapat membuktikan haknya secara hukum di hadapan Pengadilan. Kami juga meminta agar tidak ada proses kriminalisasi terhadap masyarakat Adat Dayak dalam perkara ini,” tegasnya.
Sapriyadi menambahkan bahwa lokasi objek sengketa yang memiliki luasan 179 hektare diklaim mutlak berada di luar Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari PT Tapian Nadenggan. Hal ini, menurutnya, merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan masyarakat Adat Dayak dan berpotensi merugikan negara.
“Oleh karena itu, laporan kepada pejabat dan aparat penegak hukum juga sudah dilayangkan,” tutup Sapriyadi, S.H.
Hingga rilis berita ini diterbitkan, PT Tapian Nadenggan dan Sinar Mas Grup belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan perdata yang dilayangkan oleh Musi, dkk. Upaya konfirmasi sedang dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pihak perusahaan mengenai posisi hukum mereka atas klaim Tanah Adat seluas 179 hektare tersebut.*(Red)