ACEH SINGKIL, 28 Oktober 2025 —Skandal dugaan perzinaan yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil, S (inisial), dari Partai Nasdem, dengan seorang warga, P (inisial), berakhir dengan penyelesaian yang memalukan dan memicu kemarahan publik. Peristiwa penggerebekan yang terjadi di Desa Lipat Kajang beberapa bulan lalu, yang diikuti pengakuan perbuatan zina oleh P, kini ditutup dengan ‘perdamaian’ tertutup yang sarat bau impunitas elit.
I. Kritik Pedas: Sandiwara ‘Damai’ Mengkhianati Syariat
Proses penyelesaian kasus ini secara privat oleh tokoh masyarakat dan keluarga S, tanpa melibatkan penegak hukum syariat (Wilayatul Hisbah) atau Mahkamah Syar’iyah, adalah bentuk pengkhianatan terhadap penegakan Syariat Islam di Aceh.
– Pengebirian Qanun Jinayah: Aceh memiliki Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Dugaan perbuatan zina yang dikonfirmasi oleh pengakuan salah satu pihak saat digerebek adalah delik yang seharusnya diproses dengan sanksi cambuk 100 kali (hukuman jarimah zina). Penyelesaian ‘kekeluargaan’ ini secara efektif mengabaikan dan mengebiri Qanun tersebut.
– Standar Ganda yang Menyakitkan: Kasus ini mencerminkan standar ganda penegakan hukum yang brutal. Ketika rakyat biasa yang melanggar syariat langsung dicambuk di depan umum, seorang anggota dewan diduga mampu ‘membeli’ kedamaian dan menyembunyikan dosanya di balik pintu tertutup. Ini adalah erosi moralitas publik yang tak termaafkan.
– Dugaan Transaksi Gelap: Pertemuan tertutup dan klaim damai tanpa detail poin kesepakatan memunculkan spekulasi liar—dan sangat mungkin benar—bahwa telah terjadi transaksi uang atau intimidasi untuk membungkam kasus ini. Anggota DPRK, yang seharusnya mengawasi anggaran, kini diduga menggunakan uang untuk melindungi dirinya dari konsekuensi hukum syariat.
II. Tuntutan Publik yang Tak Terbantahkan
Masyarakat menuntut pertanggungjawaban politik, moral, dan syariat secara menyeluruh. Tuntutan ini harus menjadi alarm keras bagi eksekutif daerah dan pimpinan partai:
– Eksekusi Cambuk Segera: Masyarakat mendesak agar Pihak Wilayatul Hisbah segera turun tangan. Tidak ada warga negara yang kebal hukum syariat, termasuk S. Hukuman cambuk (Uqubat) harus dilaksanakan sebagai bukti bahwa Syariat Islam tidak pandang bulu.
– Pencopotan Jabatan dan Sanksi Partai:
– Partai Nasdem harus segera mengambil sikap tegas. Anggota dewan yang melanggar etika moral secara fatal tidak layak mewakili rakyat. Pemecatan S dari DPRK melalui mekanisme Penggantian Antar Waktu (PAW) dan dikeluarkan dari partai adalah harga mati untuk menjaga marwah institusi.
– S melanggar janji etika dan sumpah jabatan. Mempertahankan S sama dengan mengambil risiko elektoral besar dan menunjukkan bahwa partai tersebut mentolerir amoralitas di kalangan kadernya.
– Audit dan Investigasi: Mendesak agar Dewan Kehormatan Partai dan Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRK Aceh Singkil melakukan investigasi etika secara terbuka dan transparan untuk membongkar dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam proses ‘perdamaian’ yang janggal ini.
“Keadilan tidak boleh diselesaikan di ruang gelap. Jika Syariat Islam hanya berlaku bagi kaum papa, maka Aceh sedang berjalan mundur menuju jurang kemunafikan dalam penegakan agamanya sendiri,” ujar seorang tokoh masyarakat yang meminta identitasnya dirahasiakan karena takut adanya tekanan.
Rilis berita ini adalah panggilan kritis kepada semua pihak berwenang untuk mengakhiri kebisuan dan perlindungan elit dalam kasus yang terang-terangan melukai hati nurani masyarakat Aceh ini.
Publisher -Red
Reporter CN -Amri





