Palembang, 5 November 2025 – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menemukan sejumlah masalah signifikan terkait penganggaran dan pelaksanaan Belanja Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKBK) oleh Pemerintah Provinsi Sumsel. Temuan ini diungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Tahun 2023 dan LHP Kinerja Tahun 2023 s.d. Semester I 2024.
BPK menyoroti bahwa penganggaran BKBK pada TA 2024 belum mempertimbangkan kondisi dan kemampuan keuangan daerah secara optimal, serta dilakukan secara global tanpa rincian dan tidak terukur.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa realisasi anggaran Pemprov Sumsel pada TA 2024 (per data BPK):
– Pendapatan Daerah terealisasi 95,94% dari anggaran Rp11,43 triliun, atau sebesar Rp10,96 triliun.
– Belanja Daerah terealisasi 93,93% dari anggaran Rp11,61 triliun, atau sebesar Rp10,91 triliun.
– Di dalam belanja tersebut, Belanja BKBK dianggarkan sebesar Rp2,14 triliun dengan realisasi Rp1,89 triliun (88,58%).
Dua LHP BPK secara konsisten mengungkapkan masalah yang sama:
– LHP Nomor 44/LHP/XVIII.PLG/05/2024 (11 Mei 2024) atas Laporan Keuangan TA 2023: Menyebutkan bahwa penganggaran BKBK membebani keuangan daerah, penganggaran Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah tidak didasarkan pada potensi riil, dan terdapat rendahnya kemampuan keuangan untuk mengembalikan kewajiban (utang).
– LHP Kinerja Nomor 04/LHP/XVIII.PLG/01/2025 (7 Januari 2025) atas Pengelolaan APBD TA 2023 s.d. Semester I 2024: Turut menyoroti bahwa anggaran belanja BKBK membebani keuangan daerah. LHP ini juga mengungkap masalah lain seperti anggaran dan realisasi mandatory spending infrastruktur dan pendidikan yang belum sesuai ketentuan, serta penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH) TA 2024 yang melebihi alokasi.
Pemeriksaan lebih lanjut atas proses penganggaran BKBK Tahun 2024 menemukan bahwa belanja ini dianggarkan secara global sebagai nilai estimasi pagu keseluruhan, dan belum berdasarkan rencana alokasi per masing-masing kabupaten/kota.
Menurut hasil wawancara dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), kondisi ini terjadi karena Pergub Sumsel Nomor 3 Tahun 2022 belum mengatur mekanisme perencanaan pemberian Belanja BKBK. Akibatnya, penganggaran BKBK dibuat global tanpa rincian, sebuah praktik yang dilaporkan telah berlangsung sejak Tahun 2021 hingga Tahun 2024.
Data BPK menunjukkan bahwa nilai alokasi BKBK terus mengalami peningkatan setiap tahun dan memiliki porsi anggaran belanja yang besar dalam postur APBD Pemprov Sumsel.
Atas temuan ini, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Sumsel untuk:
– Memerintahkan TAPD menyusun rencana aksi guna mengatasi defisit, penyelesaian utang, dan kebijakan pembatasan penggunaan dana terikat.
– Memerintahkan penyusunan perencanaan anggaran PAD berdasarkan potensi riil.
Sebagai tindak lanjut, Pemprov Sumsel telah menyampaikan dokumen perencanaan anggaran PAD berdasarkan potensi riil. Namun, BPK mencatat bahwa tindak lanjut tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi berdasarkan rencana aksi yang diminta.
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










