JAKARTA – Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) resmi menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan fitnah, pencemaran nama baik, dan manipulasi data elektronik terkait isu ijazah palsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo. Penetapan ini diumumkan di Mapolda Metro Jaya pada Jumat, 7 November 2025.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Asep Edi Suheri, menegaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah proses penyelidikan mendalam, melibatkan keterangan ahli, serta diawasi secara profesional.
“Ini murni penegakan hukum. Ada delapan orang yang kami tetapkan sebagai tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data yang dilaporkan oleh Bapak Joko Widodo,” ujar Irjen Asep.
Penyidik menemukan adanya dugaan tindakan mengedit dan memanipulasi dokumen ijazah milik Presiden Jokowi, yang kemudian disebarluaskan di berbagai platform media sosial oleh para terduga pelaku.
Polisi membagi para tersangka ke dalam dua klaster besar berdasarkan peran dan sangkaan pasal:
– Klaster Pertama terdiri dari lima orang, yaitu: ES, KTR, DHL, RE, dan MRF. Kelima tersangka ini dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) dan (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE. Pasal-pasal ini berkaitan dengan dugaan pencemaran nama baik, fitnah, dan penghasutan.
– Klaster Kedua terdiri dari tiga nama yang dikenal sebagai tokoh yang kritis: RS, RHS, dan dr. TT. Ketiga tersangka ini disangkakan melanggar Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2), serta Pasal 35 jo. Pasal 51 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1) jo. Pasal 48 ayat (1) UU ITE. Pasal-pasal ini berfokus pada dugaan penyebaran informasi bohong yang menimbulkan kebencian dan manipulasi data elektronik.
Kapolda memastikan bahwa seluruh proses hukum, mulai dari penyelidikan hingga penetapan tersangka, dilakukan secara transparan dan terbuka sesuai aturan yang berlaku, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Salah satu tersangka dari Klaster Kedua, RS (seorang tokoh yang dikenal kritis), memberikan tanggapan usai penetapan status. Ia menyatakan menghormati langkah kepolisian namun menegaskan bahwa status tersangka hanyalah awal dari proses hukum.
“Status tersangka itu masih harus kita hormati dan sikap saya apa? Senyum saja,” ujar RS di hadapan media. “Tersangka itu adalah salah satu proses. Masih nanti ada status menjadi, misalnya lanjut, itu baru menjadi terdakwa, baru lanjut lagi menjadi terpidana. Saya menyerahkan ke kuasa hukum…”
RS juga berpendapat bahwa penetapan tersangka ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kegiatan ilmiah dan penelitian publik atas dokumen publik, menuntut aparat penegak hukum bersikap adil. Ia juga memastikan bahwa hingga kini belum ada perintah penahanan dari pihak Polda Metro Jaya terhadap dirinya.
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










