Tapung Hulu, Riau —15 November 2025- Polemik dugaan rangkap jabatan yang ditujukan kepada Kepala Desa (Kades) Sinama Nenek, H. Abdoel Rachmancan, telah mencapai titik yang menuntut intervensi resmi dan kajian ulang mendalam oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Meskipun Kades telah memberikan bantahan secara legalistik, isu ini harus segera diselesaikan melalui verifikasi faktual dan regulasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Inspektorat untuk memberikan kepastian hukum dan menghentikan spekulasi.
Dugaan rangkap jabatan yang menjadi sorotan media menyebut Rachmancan merangkap sebagai Wakil Ketua Koperasi KENES. Dalam klarifikasi resminya, Kades bersikukuh bahwa posisinya tidak melanggar ketentuan yang berlaku. Ia menegaskan bahwa rangkap jabatan yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan adalah jabatan yang sama-sama menerima dan mengelola anggaran negara (APBN/APBD). Koperasi, menurutnya, adalah organisasi ekonomi rakyat yang sah dan dibentuk untuk memperkuat ekonomi petani, bukan pengelola anggaran negara yang dilarang.
Namun, untuk mengakhiri polemik, Pemda didorong untuk melakukan kajian yang melampaui sekadar status penerimaan anggaran negara. Penyelidikan harus difokuskan pada potensi Konflik Kepentingan. Pemerintah perlu menguji kepatuhan Kades terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), khususnya Pasal 29 huruf b, yang melarang Kepala Desa membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu.
Dalam hal ini, DPMD dan Inspektorat harus menyelidiki apakah posisi Kades di struktur pengurus Koperasi KENES memberikan akses, pengaruh, atau kewenangan yang berpotensi menyimpang dari tugasnya sebagai pejabat publik yang harus bersikap netral.
Sebagai bagian dari koreksi mendalam, Inspektorat wajib melakukan audit tata kelola dan keuangan desa. Pemeriksaan ini ditujukan untuk memastikan Koperasi KENES tidak pernah menerima bantuan, penyertaan modal, atau fasilitas yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) melalui proses yang dipengaruhi oleh Kades dalam kapasitasnya sebagai pengurus Koperasi.
Lebih lanjut, Pemerintah Daerah tidak boleh mengabaikan tuduhan yang beredar mengenai “warga resah tak bisa panen sawit.” Camat atau Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus memimpin tim investigasi independen di lapangan. Penyelidikan ini penting untuk membuktikan apakah benar ada warga yang terhambat atau dirugikan. Klaim keresahan ini adalah indikasi nyata yang harus diuji terhadap ketentuan merugikan kepentingan umum (Pasal 29 huruf a UU Desa).
Penyelesaian polemik ini menuntut adanya kepastian hukum yang tunggal dari Pemda. Jika hasil kajian membuktikan adanya pelanggaran prinsip Konflik Kepentingan atau peraturan terkait, sanksi administratif harus segera dijatuhkan sesuai ketentuan yang berlaku. Sebaliknya, jika Kades dinyatakan patuh, DPMD harus mengeluarkan surat pernyataan resmi yang mengakhiri polemik tersebut.
Keputusan resmi dari Pemerintah Daerah sangat penting untuk menjaga integritas tata kelola pemerintahan desa dan memberikan pedoman yang jelas mengenai batasan etika dan jabatan bagi seluruh pejabat desa, sehingga memastikan setiap tindakan didasarkan pada kepentingan masyarakat, bukan kepentingan kelompok atau pribadi. (Tim Redaksi PRIMA)
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










