LAMPUNG BARAT – 15 November 2025- Indikasi praktik culas korupsi yang diduga merugikan keuangan negara ratusan juta rupiah kembali mencoreng citra Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. Dugaan mark-up harga yang brutal tercium kuat di balik Proyek Penanganan Longsor (RBA.3) yang berlokasi di Jembatan Seranggas, Kecamatan Balik Bukit.
Proyek pembangunan siring dan rabat beton kecil di bahu jalan ini, yang seharusnya menjadi penolong bencana alam, justru disulap menjadi mesin pengeruk uang rakyat. Angka kontrak yang dibanderol fantastis, Rp733.404.000, untuk pekerjaan yang secara kasat mata dinilai minim, kini menjadi sorotan tajam dan memicu kemarahan publik.
Temuan investigasi Nasionaldetik.com di lokasi menunjukkan bahwa nilai kontrak tersebut tidak proporsional dengan volume fisik dan kebutuhan riil material di lapangan. Kecurigaan penggelembungan biaya bukan sekadar asumsi, melainkan diperkuat oleh kesaksian masyarakat dan pekerja lokal.
“Biaya riil material dan upah kerja untuk proyek sekecil ini tidak masuk akal jika dibandingkan dengan angka kontrak Rp733 Juta. Ini jelas-jelas bau mark-up yang menyakitkan rakyat,” ujar salah seorang warga setempat yang enggan disebut namanya karena khawatir intimidasi.
Angka Rp733.404.000 untuk pembangunan siring dan rabat beton sederhana ini dinilai sebagai lelucon yang menghina akal sehat dan prinsip efisiensi anggaran daerah.
Penyedia jasa, CV Sattya Alam Kencana, melalui pemiliknya, Agus, memilih jalur non-kooperatif. Upaya konfirmasi yang dilakukan awak media via telepon (WhatsApp Call) hanya disambut keheningan. Sikap menghindar dan bungkam ini secara etis semakin mempertegas dugaan adanya sesuatu yang coba disembunyikan di balik proyek berbiaya tinggi ini.
Sementara itu, dari pihak Pemerintah Kabupaten, Hermanto, Kabid PUPR Bidang Bina Marga, tampil dengan narasi yang alih-alih transparan, justru terkesan defensif dan protektif. Ia hanya menyatakan bahwa dana tersebut sudah melalui “perhitungan sedemikian rupa” dan sudah termasuk pajak, tanpa disertai bukti otentik.
“Pembelaan PUPR yang hanya berlindung di balik frasa ‘perhitungan sedemikian rupa’ tanpa sedikit pun kemauan untuk membuka dokumen krusial seperti Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah indikasi paling kentara dari upaya menghalangi transparansi publik. Keengganan ini patut diduga sebagai upaya perlindungan terhadap kejanggalan anggaran,” kritik tajam Sumber di Anonim kan
Fakta-fakta di lapangan ini bukan lagi sekadar kejanggalan, melainkan indikasi kuat kerugian keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan secara pidana.
Masyarakat Lampung Barat kini menuntut dengan lantang agar Aparat Penegak Hukum (APH), baik Kejaksaan maupun Kepolisian, segera menghentikan ‘sandiwara’ proyek ini dan bergerak cepat:
– Audit Forensik Menyeluruh: Melakukan audit forensik mendalam terhadap dokumen HPS dan RAB proyek untuk membongkar detail mark-up harga satuan.
– Penghitungan Ulang: Melakukan penghitungan ulang volume fisik di lokasi dan membandingkannya secara jujur dengan harga pasar material yang berlaku.
– Usut Tuntas Kolusi: Memeriksa secara mendalam adanya potensi kolusi dan persekongkolan jahat antara Kabid PUPR Hermanto dan penyedia jasa (CV Sattya Alam Kencana) yang terlihat saling ‘pasang badan’.
Kasus ini adalah ujian kebersihan nyata bagi APH di Lampung Barat. Sikap non-kooperatif dan berlindung di balik prosedur birokrasi yang dilakukan pihak terkait harus diinterpretasikan sebagai pintu masuk dimulainya penyidikan pidana. Rakyat menanti pembuktian komitmen APH: membersihkan birokrasi dari para ‘tikus’ anggaran.
Catatan – Redaksi memberikan ruang kepada semua pihak untuk Hak jawab dan haka koreksi
Tim Redaksi
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










