Aceh Singkil —Cyber Nasional,20 November 2025.- Kritik keras terhadap proses penegakan hukum di Aceh Singkil kembali mencuat, kali ini datang dari tokoh agama, akademisi, dan aktivis ormas, Rafi’i Munir. Dalam sebuah pernyataan tertulisnya, ia menyoroti apa yang disebutnya sebagai keruntuhan keadilan di lembaga pengadilan, khususnya terkait perkara yang menimpa Yakarim Munir yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Aceh Singkil.
Dalam tulisan bernada tajam tersebut, Rafi’i menggambarkan kondisi penegakan hukum yang menurutnya telah melenceng jauh dari prinsip-prinsip keadilan yang seharusnya dijaga oleh aparat penegak hukum. Ia mengatakan, keadilan adalah hak dasar semua orang, dan ketika lembaga hukum gagal memberikan rasa keadilan, maka masyarakat tidak memiliki lagi tempat untuk mengadu.
“Ketika yang Tak Bersalah Dihukum, Itu Bukan Lagi Kekeliruan, Tapi sengaja menzalimi orang”
Dalam kritiknya, Rafi’i menekankan bahwa menghukum orang bersalah adalah wajar, namun menghukum orang yang tidak bersalah adalah bentuk keriminalisasi hukum yang nyata.
Ia juga mengecam upaya memaksakan sebuah perkara perdata menjadi perkara pidana, sesuatu yang menurutnya tidak hanya keliru, tetapi merupakan bentuk kesewenang-wenangan aparat penuntut JPU .
Di samping itu pengacara dan pendukung “Yakarim juga menyimak setiap persidangan , 3 saksi ahli menyatakan kasus Yakarim adalah perdata, tanggal,19 November 2025 JPU Aceh Singkil membacakan tuntutan nya ,menuntut yakarim 2 tahun penjara, padahal pengacara dan pendukung Yakarim menilai tuntutan JPU Aceh Singkil itu tidak berdasar dan sudah terjadi (Overcriminalization)
Kembali Rafi’i menyebut, kesalahan dalam menempatkan jenis perkara bisa mengakibatkan kerugian besar bagi warga yang menjadi terdakwa. Karena itu ia menuntut agar hakim tidak sekadar hafal pasal, tetapi juga menggunakan dasar hukum perkara yang tidak mengada ngada dan memakai nurani dalam memutuskan perkara.
Sorotan Pedas ke Penegak Hukum: Hakim Diminta Independen dan Bermoral,menjadi hakim tidak sekedar hakim juga harus menjadi amal yang bermoral
Menurut Rafi’i, masyarakat Aceh Singkil saat ini merindukan kehadiran hakim yang benar-benar independen, berintegritas, dan tidak tunduk pada iming-iming materi atau tekanan pihak mana pun.jaksa jangan takut dengan penyidik,dan jaksa Jagan takut dengan hakim,hakim Jagan takut dengan jaksa,bersikaplah prefesional dan adil ingat penegak hukum itu di sumpah dan di tuntut adil dalam penegakkan hukum, apa bila hakim dan JPU tidak adil maka itu menjadi utang dunia akhirat,hukum Allah sang maha adil sangatlah perih kehadirannya tidak pernah bisa di duga kapan hukum Allah itu datang ,dan perlu di ingat para penegak hukum Jagan menzalimi orang yang tidak bersalah,cepat atau lama hukum Allah itu pasti datang menghampiri anda, ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa jabatan penegak hukum, terutama hakim, adalah amanah besar yang kelak akan dipertanggungjawabkan bukan hanya di dunia hukum manusia, tetapi juga di hadapan Allah SWT.
“Jika hakim tidak adil, mereka akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, dan orang-orang yang pernah dizalimi akan menuntut keadilan dan ganti rugi di hadapan-Nya.”
Rafi’i juga mengutip sebuah hadis tentang kehancuran umat terdahulu akibat penerapan hukum yang tebang pilih keras kepada orang lemah, namun lunak kepada kalangan elite. Kasus Yakarim Munir Jadi Sorotan: “Ini Perdata, Kenapa Dipaksakan Pidana?”
Pada bagian penutup pernyataannya, Rafi’i secara khusus menyinggung kasus Yakarim Munir, yang sedang menjalani proses persidangan. Ia menilai, berdasarkan keterangan saksi pelapor dan saksi ahli yang telah didengar di persidangan, perkara tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai masalah perdata, bukan pidana.
Ia mempertanyakan mengapa perkara yang menurutnya jelas-jelas bersifat keperdataan dipaksakan menjadi kasus pidana oleh penuntut umum.yang jelas kasus korupsi meliaran bahkan triliunan kerugian negara tidak pernah di proses oleh Kejari Aceh Singkil,malah ada indikasi atau dugaan korporasi ,konfrontasi dengan prusahaan perkebunan kelapa sawit di Aceh Singkil yang telah menjajah masyarakat di Aceh Singkil ini ,hidup dalam kemiskinan karna tanah adat masyarakat Aceh Singkil di kuasai oleh PT.delima makmur dan perkebunan sawit lainya di Aceh Singkil juga merugikan negara dan masyarakat.
“Kalau terdakwa tidak terbukti bersalah, kami mohon bebaskan dia,” tegasnya.
Rafi’i menilai, jika hakim mampu menegakkan keadilan dalam kasus ini, maka kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukum dapat kembali tumbuh. Sebaliknya, jika ketidakadilan terus dibiarkan, ia mengingatkan bahwa hal tersebut adalah tanda-tanda kehancuran suatu umat.
Desakan Publik Menguat Pernyataan keras dari tokoh berpengaruh seperti Rafi’i Munir diperkirakan akan semakin memperkuat tekanan publik kepada aparat penegak hukum di Aceh Singkil, terutama terkait profesionalisme dan ketegasan mereka dalam menjaga marwah pengadilan.
Sejauh ini, pihak kejaksaan maupun pengadilan belum memberikan respon resmi terhadap kritik tersebut. Proses hukum terhadap Yakarim Munir akan kembali dilanjutkan pada agenda sidang berikutnya, di mana publik menunggu apakah hakim akan benar-benar berdiri di atas prinsip keadilan sebagaimana disinggung dalam kritik pedas Rafi’i Munir.
Red-amri
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










