BANYUASIN – 27 November 2025- Pengelolaan Pendapatan Retribusi Daerah di Pemerintah Kabupaten Banyuasin tahun 2024 terindikasi tidak tertib, cacat hukum, dan berpotensi merugikan keuangan daerah hingga miliaran rupiah. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap kegagalan sistematis, mulai dari mandeknya regulasi turunan hingga praktik pungutan liar (pungli) berkedok denda dan penyalahgunaan aset pasar.
Data audit menunjukkan, Pemkab Banyuasin hanya merealisasikan pendapatan retribusi sebesar Rp13,41 miliar dari target Rp15,85 miliar (84,62%). Namun, di balik angka realisasi yang kurang optimal ini, tersembunyi masalah administrasi dan operasional yang jauh lebih serius.
Temuan utama BPK adalah kelalaian Pemkab Banyuasin dalam menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) sebagai turunan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Hingga pemeriksaan dilakukan, Perbup mengenai tata cara pemungutan, sanksi administrasi, dan teknis operasional retribusi daerah belum diterbitkan. Padahal, regulasi ini adalah kunci legalitas pengelolaan,” jelas sumber yang memahami temuan audit tersebut.
Ketiadaan payung hukum ini berdampak langsung pada pungutan denda retribusi senilai Rp610.340,00 yang tidak memiliki dasar hukum. Pungutan denda di Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) diketahui masih menggunakan tarif peraturan lama yang telah dicabut, menjadikannya tidak sah dan berpotensi sebagai pungli.
Carut marut ini memuncak di unit-unit pasar daerah. UPTD Pasar Sukamoro melanggar ketentuan penyetoran pendapatan retribusi yang seharusnya maksimal 1×24 jam, bertentangan dengan Permendagri No. 77 Tahun 2020. Praktik ini membuka celah penyalahgunaan dana tunai sebelum disetor ke Kas Daerah.
Di empat pasar utama (Pangkalan Balai, Betung, Sukajadi, dan Sukamoro), teknis operasional masih mengacu pada Perbup usang (Perbup No. 57 Tahun 2018). Sistem perizinan sewa los/kios yang rumit menyebabkan banyak los/kios kosong tidak dapat disewakan kembali.
“Kami menemukan los/kios kosong yang seharusnya menjadi sumber pemasukan, namun tidak dapat diisi pedagang baru. Bahkan, pemilik izin sewa lama berani menyewakan kembali los/kios dengan harga bervariasi (Rp100.000,00 – Rp300.000,00 per bulan) atau bahkan menjual hak izin sewa kepada pedagang lain. Ini adalah penyalahgunaan aset pemerintah daerah tanpa kontrol,” tegas sumber tersebut.
Potensi kerugian terbesar teridentifikasi di Pasar Betung. Sebuah gedung baru hasil hibah perorangan yang berisi 324 los dan dikuasai 116 pedagang belum dipungut retribusi sama sekali sejak beroperasi pada 1 Juni 2023.
Pemkab Banyuasin kehilangan potensi pendapatan retribusi los/kios dari 324 los selama sembilan bulan, serta retribusi pelayanan pasar harian dari 116 pedagang selama 329 hari. Kelalaian ini terjadi meskipun surat perintah Sekretaris Daerah Banyuasin untuk mengelola aset tersebut sudah diterbitkan sejak Oktober 2024.
Kondisi ini disebabkan oleh kinerja Kepala SKPD pengampu yang dinilai lamban mengusulkan regulasi, kurang cermatnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Diskoperindag, hingga Kepala UPTD Pasar yang tidak profesional.
Meskipun Bupati Banyuasin telah menyatakan sependapat dan berjanji akan menindaklanjuti temuan ini sesuai rekomendasi BPK, publik menuntut tindakan nyata dan cepat. Carut marut pengelolaan retribusi daerah ini bukan hanya masalah administrasi, tetapi cerminan lemahnya tata kelola keuangan daerah yang berujung pada kerugian finansial signifikan dan penyalahgunaan fasilitas publik. Pemerintah daerah wajib segera mengambil langkah tegas untuk menjamin setiap rupiah pendapatan daerah dipungut secara sah dan disetorkan secara tertib.
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










