Morowali, Sulawesi Tengah – 02 Desember 2025- PT. Teknik Alum Service (PT. TAS), perusahaan tambang nikel, dilaporkan secara resmi ke Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Morowali pada 28 November 2025. Laporan masyarakat ini menuding PT. TAS melakukan tindak pidana lingkungan hidup serius berupa perusakan masif terhadap kawasan hutan mangrove lindung di Desa Torete dan Buleleng, Kecamatan Bungku Pesisir.
Perusakan tersebut diduga dilakukan melalui kegiatan pembangunan jalan menggunakan alat berat jenis ekskavator. Ironisnya, aktivitas perusakan ini diklaim bertujuan untuk “memuluskan” rencana pembangunan kawasan industri yang diinisiasi oleh PT. Morowali Indonesia Sejahtera (MIS) di wilayah tersebut.
Laporan yang didasarkan pada investigasi lapangan, bukti spasial, serta dokumentasi foto dan video, mengungkap bahwa pembangunan jalan tersebut secara eksplisit menyasar kawasan hutan mangrove, yang merupakan kategori kawasan lindung ekologis vital.
“Kami menemukan fakta bahwa PT. TAS secara sengaja menggunakan ekskavator di dalam kawasan mangrove. Tindakan ini tidak hanya mencabut akar dan menghilangkan tegakan mangrove dewasa, tetapi juga merusak substrat lumpur dan mengubah struktur habitat pesisir secara permanen. Ini adalah kejahatan lingkungan yang diatur dalam hukum nasional,” demikian bunyi kutipan inti dari laporan masyarakat tersebut.
Laporan itu juga menyoroti adanya temuan bahwa PT. TAS tercatat memberikan kompensasi atas 41,62 hektare kawasan mangrove pada September 2024. Data ini menjadi indikasi kuat adanya penguasaan, alih fungsi, dan pemanfaatan kawasan lindung tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang sah. Selain itu, ditemukan pula tumpang tindih area kerja PT. TAS dengan lahan masyarakat dan kawasan Hutan Negara.
PT. TAS diduga telah melanggar secara telak:
– UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Terkait larangan melakukan perusakan lingkungan hidup dan kawasan lindung (Pasal 69).
– UU No. 41 Tahun 1999 jo. UU No. 6 Tahun 2023 tentang Kehutanan: Mengenai larangan aktivitas tanpa izin di kawasan hutan (Pasal 50).
Bahkan, aktivitas PT. TAS ini dinilai mencoreng komitmen internasional yang telah disepakati oleh Republik Indonesia dalam perlindungan ekosistem pesisir.
Pelapor mendesak keras Kepala DLHD Kabupaten Morowali untuk menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum (Gakkum LH) dengan segera:
1 Menghentikan Seluruh Aktivitas Ilegal PT. TAS: Melakukan sidak dan menerbitkan perintah penghentian aktivitas di kawasan mangrove tanpa kompromi.
2. Audit Tuntas dan Transparan: Melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh perizinan, termasuk IPPKH, Izin Lingkungan No. 660/207/II.4/DPMPTSP/2019, dan memverifikasi ulang peta kawasan hutan secara transparan.
3. Proses Hukum Pidana: Jika terbukti terjadi perusakan, DLHD wajib segera memproses PT. TAS ke ranah pidana lingkungan.
4. Rehabilitasi dan Akuntabilitas: Mewajibkan perusahaan merehabilitasi hutan mangrove seluas 41,62 hektare dan mengumumkan hasil penanganan kasus ini secara terbuka kepada publik sebagai wujud akuntabilitas lingkungan.
Upaya Konfirmasi: Redaksi Masih berupaya menghubungi manajemen PT. Teknik Alum Service (PT. TAS) dan Kepala DLHD Morowali untuk meminta tanggapan resmi terkait dugaan dan tuntutan serius ini.
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










