Banggai Laut, Sulawesi tengah, 4 Desember 2025, CN – Seluruh mata di Nusantara hari ini tertuju pada Kota Banggai, Ibu Kota Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah. Di bawah langit cerah yang berpadu dengan birunya perairan, sebuah peristiwa adat yang penuh hikmat dan dedikasi sakral, Ritual Malabot Tumbe, kembali digelar. Perayaan tahunan yang jatuh tepat pada tanggal 4 Desember ini meneguhkan posisinya sebagai Kharisma Event Nusantara (KEN) yang tak lekang oleh waktu, menjadi simpul persaudaraan tiga wilayah Banggai Bersaudara.
Malabot Tumbe, yang secara harfiah berarti ‘yang pertama atau awal’ (tumbe), adalah prosesi adat Kerajaan Banggai untuk penjemputan dan penyerahan telur pertama Burung Maleo, satwa endemik yang diagungkan. Lebih dari sekadar perayaan panen, ritual ini adalah manifestasi janji leluhur, sebuah ikatan spiritual yang melibatkan Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Banggai Laut.
Ziarah Bahari Penuh Makna Spiritual
Prosesi ini dijalankan dalam tujuh tahapan yang sangat terstruktur dan penuh makna, mencerminkan perjalanan spiritual dan tanggung jawab kolektif,
Persiapan Adat: Diawali dengan persiapan cermat perlengkapan dan perangkat yang menjamin keluhuran ritual., Penjemputan Simbolik: Penjemputan benda-benda pusaka yang melambangkan tanggung jawab untuk menjaga keutuhan wilayah.
Perjalanan Darat dan Laut: Rombongan pembawa telur Maleo memulai ziarah bahari yang memakan waktu berhari-hari dari Batui, melintasi lautan, dengan ritual singgah di titik-titik sakral seperti Tanjung Pinalong dan Pulau Tolo.
Penyucian Simbolik: Ritual pembersihan diri dan benda pusaka, sebuah penegasan komitmen spiritual agar seluruh proses berjalan dalam keadaan suci (fitra).
Penyambutan Adat: Puncak penyambutan diiringi doa, zikir, dan tahlil, memohon kedamaian dan kesejahteraan.
Penyerahan Simbolik di Keraton: Telur Maleo dan benda pusaka diserahkan kepada Tomundo (Raja) Banggai di Keraton, sebuah penyerahan amanah yang memperkokoh tatanan adat.
Bupati Banggai Laut, Sofyan Kaepa S.H, M.Si, yang di wakilkan Sekretaris daerah, dalam sambutannya menekankan bahwa Malabot Tumbe bukan sekadar tontonan, melainkan jantung dari identitas masyarakat Banggai, ”Setiap langkah dalam prosesi ini adalah pelajaran tentang dedikasi, kebersamaan, dan rasa syukur. Malabot Tumbe adalah warisan agung yang telah merekatkan persaudaraan tiga Banggai Bersaudara selama berabad-abad. Melalui ritual sakral ini, kita tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga memohon bala (penolak bencana) dan menjamin keberlanjutan hidup masyarakat adat,” ujarnya.
Keberhasilan penyelenggaraan tahun ini, yang kembali masuk dalam kalender event nasional, menjadi bukti nyata komitmen Pemerintah Daerah bersama tokoh adat dan seluruh masyarakat dalam menjaga warisan leluhur. Momen ini diharapkan terus menjadi magnet pariwisata berbasis budaya yang menghadirkan pengalaman spiritual dan kekayaan tradisi bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Publisher -Red
Reporter CN -Faisal
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










