KABUPATEN BEKASI – 7 Desember 2025- Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kesejahteraan Sosial (Kesra) yang digulirkan pemerintah pusat dengan tujuan mulia meringankan beban masyarakat miskin, terancam menjadi bancakan segelintir oknum. Penelusuran di lapangan menunjukkan adanya kebocoran data masif dan dugaan praktik penggelapan dana BLT, yang seharusnya menjadi hak ratusan penerima sah.
Data mencengangkan terkuak dari salah satu desa di Kabupaten Bekasi, Desa Bantarjaya. Kepala Desa Bantarjaya, Abu Jihad, membenarkan adanya 163 nama penerima dalam daftar resmi yang diverifikasi di desa tersebut, namun dinyatakan fiktif.
“Kalau di desa saya, ada kurang lebih 163 penerima yang statusnya sudah meninggal, pindah, atau datanya tidak valid,” ujar Abu Jihad kepada awak media.
Dengan besaran bantuan Rp 900.000 per penerima, total dana yang terancam tidak tepat sasaran di Desa Bantarjaya saja mencapai Rp 146.700.000. Angka ini hanya dari satu desa, mengindikasikan adanya maladministrasi sistemik yang jauh lebih besar di Kabupaten Bekasi.
Titik kritis penyelewengan ini terletak pada proses penarikan barcode penerima. Pihak Pemerintah Desa, melalui Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Desa, mengumpulkan barcode-barcode tersebut untuk diserahkan kembali ke Kantor Pos.
Kepala Desa Abu Jihad secara mencurigakan mengaku lepas tangan soal mekanisme pengembalian dana tersebut. “Adapun sistem pengembaliannya, saya tidak tahu. Karena Ibu Apan selaku PSM hanya menjelaskan kalau dari hal itu akan dikembalikan ke kantor pos,” dalihnya.
Keterangan yang dangkal ini justru menimbulkan pertanyaan besar:
1. Mengapa Kepala Desa, sebagai penanggung jawab tertinggi di tingkat desa, tidak mengetahui secara pasti mekanisme pengembalian dana publik?
2. Siapa yang menjamin barcode yang berisi hak rakyat miskin itu benar-benar diserahkan ke Kantor Pos dan tidak disalahgunakan untuk mencairkan uang?
3. Apakah PSM Desa memiliki kewenangan hukum untuk menarik barcode dan mengurus pengembalian dana bernilai ratusan juta tanpa pengawasan ketat?
Kasus ini adalah tamparan keras bagi seluruh lembaga terkait. Kegagalan mencabut data fiktif menunjukkan adanya kelalaian fatal dalam pemutakhiran data. Lebih dari itu, jika barcode yang ditarik itu digunakan untuk mencairkan dana, ini bukan lagi kelalaian, melainkan tindak pidana korupsi.
Penegak hukum yang jujur wajib menjadikan kasus BLT Kesra ini sebagai pantauan utama. Oknum yang terbukti menyalahgunakan dana bantuan sosial dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
” Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda minimal Rp 200.000.000,00.,,
Jika tidak ada tindakan tegas, program bantuan sosial yang vital ini akan terus menjadi ladang korupsi bagi para tikus berdasi di tengah penderitaan rakyat miskin yang seharusnya dibantu.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kantor Pos yang ditunjuk sebagai penyalur, maupun Dinas Sosial dan Kementerian Sosial yang bertanggung jawab penuh atas validitas data penerima BLT Kesra ini.
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










