BENGKULU –23 Desember 2025- Kebijakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bengkulu yang memberikan “napas” selama 30 hari bagi Restoran Mie Gacoan untuk memperbaiki sistem pembuangan limbahnya memicu kecaman keras. Langkah ini dinilai bukan sebagai solusi, melainkan bentuk kompromi birokrasi yang mengabaikan penderitaan nyata warga yang setiap hari terpaksa terpapar air sumur bercampur bakteri tinja (fecal coliform).
Waktu satu bulan yang diberikan DLH dianggap terlalu mewah dan tidak masuk akal. Secara teknis, setiap detik restoran tetap beroperasi, setiap detik pula limbah baru diproduksi dan merembes ke tanah. Pemerintah Kota Bengkulu seolah menutup mata bahwa selama “masa perbaikan” tersebut, warga tetap mandi, mencuci, dan hidup dengan ancaman penyakit akibat air sumur yang asam (pH 5,6) dan penuh bakteri.
“Di mana hati nurani pemerintah? Memberi waktu 30 hari untuk perbaikan administratif sementara membiarkan masyarakat ‘meminum’ limbah setiap hari adalah bentuk pengkhianatan terhadap perlindungan publik,” tegas suara kritis masyarakat.
Ada aroma kuat bahwa sanksi administratif ini digunakan sebagai tameng untuk menghambat proses pidana. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran yang merusak sumber air warga adalah tindak pidana murni, bukan sekadar pelanggaran izin.
Patut dicurigai bahwa tenggat waktu yang panjang ini hanyalah upaya untuk memberikan jalan mulus bagi pengusaha guna “merapikan” bukti-bukti di lapangan. Padahal, unsur pidananya sudah terpenuhi secara nyata melalui hasil laboratorium DLH sendiri. Menunggu administrasi selesai sementara pidana sedang berjalan adalah bentuk ketidakadilan yang dipelihara.
Publik menuntut ketegasan: Mengapa operasional tidak dihentikan seketika? 1. Hukum Seolah Tajam ke Bawah, Tumpul ke Investasi: Jika warga kecil yang mencemari lingkungan, tindakan tegas biasanya cepat diambil. Namun, terhadap korporasi besar seperti Mie Gacoan, pemerintah tampak ragu dan lebih memilih prosedur surat-menyurat yang bertele-tele.
Membiarkan sebuah usaha tetap beroperasi di tengah bukti pencemaran yang sah adalah bentuk penyalahgunaan wewenang. DLH seharusnya menjadi garda depan kesehatan warga, bukan konsultan perbaikan bagi pengusaha nakal.
Masyarakat mendesak agar:
1. Restoran Mie Gacoan disegel total hingga proses sterilisasi sumur warga selesai dan IPAL terbukti aman 100%.
2. Aparat Penegak Hukum (Gakkum) segera masuk tanpa menunggu “izin” dari proses administratif DLH.
3. Ganti rugi nyata harus segera dibayarkan tanpa menunggu kajian yang memakan waktu lama.
“Keadilan yang tertunda adalah ketidakadilan. Jangan biarkan rakyat jadi tumbal demi mulusnya operasional sebuah bisnis. Jika pemerintah tidak berani bertindak tegas, publik patut bertanya: ada apa di balik waktu satu bulan ini?”
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.











