
BLORA, JATENG –CN,Rabu 4 Juni 2025- Penangkapan tiga jurnalis asal Semarang oleh Polres Blora pada 2 Juni 2025, terkait dugaan pemerasan, memunculkan sorotan tajam dan pertanyaan besar di tengah masyarakat. Apakah ketiga jurnalis ini benar melakukan pemerasan, atau justru menjadi korban jebakan dari pihak pelapor yang diduga kuat terlibat dalam praktik penggelapan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi ilegal?
Kasus ini menarik perhatian serius dari Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Jawa Tengah. Ketua LCKI Jawa Tengah, Y. Joko Tirtono, S.H., atau yang akrab disapa Jack Lawyer, turut mendatangi Polres Blora pada Senin (2/6) untuk memberikan pendampingan. Kehadirannya menunjukkan kepedulian atas dugaan kriminalisasi terhadap jurnalis yang diduga tengah menjalankan tugas investigasi.
“Kasus ini terkesan dipaksakan. Pelapor, yang justru diduga kuat sebagai pelaku penggelapan BBM ilegal, tidak tersentuh hukum. Padahal, ia sendiri yang mengatur pertemuan di rumah makan dan menyerahkan uang kepada wartawan. Ini sudah memenuhi unsur Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap,” tegas Jack.
Perkara ini bermula dari laporan investigatif media PortalIndonesiaNews.Net mengenai dugaan praktik penggelapan BBM subsidi ilegal yang diduga melibatkan oknum aparat. Tiga jurnalis berinisial JS, FAP, dan SY kemudian dituding meminta kompensasi untuk tidak menerbitkan berita. Namun, narasi yang muncul dari pihak kuasa hukum menyebutkan bahwa pelapor justru menyambut baik, mengundang ketiganya, dan menyerahkan uang di lokasi yang belakangan diketahui telah “dikondisikan” untuk penangkapan.
Kuasa hukum Pemimpin Redaksi PortalIndonesiaNews.Net, Iskandar, menegaskan bahwa tidak ada unsur paksaan, intimidasi, ataupun ancaman dalam proses pemberian uang tersebut. Menurutnya, uang diberikan secara sukarela, tanpa tekanan, sehingga tidak memenuhi unsur Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.
“Jika ini adalah pemerasan, mengapa pelapor tidak menolak dari awal? Mengapa justru ia yang menentukan tempat, waktu, dan membawa uang tunai ke lokasi?” tambah Jack.
Jack juga mengungkapkan bahwa Iskandar selaku Pemimpin Redaksi telah melarang jurnalis SY untuk menghadiri undangan pelapor dan bahkan menolak nominal uang yang ditawarkan. Iskandar menyarankan agar klarifikasi atau hak jawab dilakukan secara resmi di kantor redaksi. Namun, anehnya, ketiga jurnalis justru ditangkap ketika datang memenuhi undangan pelapor.
Sebelum penangkapan, tim jurnalis telah mengantongi dokumentasi foto dan video gudang yang diduga digunakan untuk penggelapan BBM ilegal. Namun, setelah penangkapan terjadi, isi gudang tersebut diduga telah dikosongkan.
“Ini jelas bentuk penghilangan barang bukti. Yang lebih janggal, justru jurnalis yang sah secara legal, SY juga terdaftar di organisasi pers PPWI dan bekerja di perusahaan media berbadan hukum PT. Portal Indonesia News Grup—malah ditahan. Sementara pelaku utama bebas melenggang,” ungkap Jack usai mendampingi pemeriksaan Iskandar selama hampir empat jam di Polres Blora.
Desakan LCKI: Proses Pelapor, Jangan Kriminalisasi Pers
Jack menilai langkah hukum yang diambil Polres Blora terlalu sepihak. Ia mendesak agar pelapor, yang juga merupakan pemberi suap dan terindikasi terlibat dalam praktik BBM ilegal, turut diproses secara hukum sesuai Pasal 55 dan 56 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
“Kami mendesak agar pelapor diperiksa juga. Jangan sampai hukum ini hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di negeri ini,” tegasnya.
Dalam percakapannya dengan Kanit Tipidter Polres Blora, Aiptu Cahyoko, Jack juga mengusulkan agar penyelesaian perkara ini dipertimbangkan melalui pendekatan Restorative Justice (RJ), guna menghindari kriminalisasi terhadap profesi jurnalis yang sah dan diakui oleh undang-undang.
Publik kini menantikan ketegasan Polres Blora: apakah akan memproses pelapor yang diduga kuat terlibat dalam jaringan penggelapan BBM subsidi ilegal, atau justru membiarkannya bebas, sementara insan pers yang sedang menjalankan fungsi kontrol sosial harus mendekam di balik jeruji?
Media bukan musuh. Jurnalis bukan kriminal. Jika hukum digunakan untuk membungkam kebenaran, maka keadilan itu sendiri telah dikubur oleh tangan-tangan kekuasaan.”(Red)