
CN- PEKANBARU –10 Juni 2025– Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang yang membebankan pembayaran kredit macet senilai Rp 140 miliar kepada petani sawit yang tergabung dalam KOPPSA M telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR). LAKR mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk mencopot Ketua PN Bangkinang, Soni Nugraha, yang juga memimpin majelis hakim dalam perkara tersebut.
Wakil Direktur LAKR, Rolan Aritonang, menyatakan keprihatinannya atas putusan tersebut. “Sangat berbahaya jika lembaga peradilan dipimpin oleh hakim seperti Soni Nugraha. Cukuplah dalam perkara ini masyarakat kecil menjadi korban,” kata Rolan kepada wartawan di Pekanbaru, Selasa (10/6).
Menurut Rolan, putusan yang memenangkan PTPN IV selaku penggugat dengan meletakkan sita eksekusi terhadap kebun petani dinilai sangat memberatkan. “Putusan ini bukan saja berpihak, tapi sudah sangat menindas bagi petani selaku tergugat. Ini putusan yang sangat sadis!” tegas Rolan.
Rolan Aritonang menyoroti dugaan keberpihakan Soni Nugraha terhadap PTPN IV yang disebutnya kentara selama proses persidangan dan kunjungan ke objek sengketa. Ia mencontohkan sikap Soni yang dinilai tidak netral sejak kunjungan ke kebun kelapa sawit seluas 1.650 hektare tersebut.
“Soni tidak bersedia menerima bukti dari kuasa hukum Koppsa M berupa foto areal kebun yang diambil melalui drone. Ia selalu ngotot untuk melihat areal kebun menggunakan honda trail di sepanjang jalan saja,” jelas Rolan. Ia menambahkan bahwa kondisi objektif kebun tidak dapat terlihat secara menyeluruh karena pemantauan hanya dilakukan di sekitar jalan. “Kondisi kebun di pinggir jalan memang terlihat bagus, tetapi sepuluh meter dari pinggir jalan kondisi kebun dalam keadaan rusak dan tidak terurus,” ujarnya.
Dugaan keberpihakan juga disebut Rolan terlihat selama persidangan. Soni Nugraha dinilai kerap memposisikan diri sebagai “pengacara dari penggugat” dan sering memotong penjelasan saksi yang dihadirkan oleh kuasa hukum Koppsa M. Hal ini, menurut Rolan, menyebabkan saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Koppsa M, DR. Asharuddin M. Amin, hilang konsentrasi dan merasa tertekan.
“Soni sempat menghardik saksi ahli yang dihadirkan Koppsa M, DR. Asharuddin M. Amin, dengan mengatakan kalau saksi tidak sopan dan kurang etis dalam cara duduknya. Statemen itu sangat tidak elok dan terkesan mendiskreditkan saksi ahli,” ungkap Rolan. Selain itu, Soni juga disebut Rolan terkesan bersikap arogan dan menghardik Ketua Koppsa M Nusirwan dalam persidangan.
Sikap Soni Nugraha ini, menurut Rolan, bahkan membuat publik gempar hingga Pengadilan Tinggi Riau menurunkan hakim pengawas untuk mengawasi jalannya persidangan. “Pengadilan Tinggi Riau sampai menurunkan hakim pengawas untuk memantau persidangan gugatan PTPN IV terhadap Koppsa M. Tindakan Soni sungguh membuat nama lembaga peradilan tercoreng,” ujar Rolan.
Melihat jalannya persidangan, Rolan menduga adanya persengkokolan dalam proses persidangan untuk memenangkan salah satu pihak yang berperkara. “Sidang peradilan yang tidak netral pasti akan menghasilkan keputusan yang tidak adil. Keputusan itu akan melukai rasa keadilan masyarakat yang menginginkan lembaga peradilan yang kredibel,” tegasnya.
Rolan Aritonang juga menyinggung bahwa Soni Nugraha pernah diperiksa oleh Pengadilan Tinggi Riau terkait dugaan gratifikasi Rp 300 juta yang berkaitan dengan sengketa kebun, meskipun Soni membantah semua tuduhan tersebut.
LAKR mendesak MA agar bersikap lebih tegas terhadap para hakim bermasalah, mengingat Ketua MA Prof. Sunarto beberapa waktu silam telah mengecam perilaku para hakim yang hidup mewah dan bergaya hidup hedonis. “Gaya hidup hedonis dan mewah akan menimbulkan kecurigaan dan kritik dari masyarakat. Penegak hukum dengan gaji terbatas bisa bergaya hidup mewah akan menimbulkan dugaan mereka mendapatkan harta dengan cara yang salah,” kata Rolan.
“LAKR mendesak MA segera mencopot Soni Nugraha dari jabatannya sebagai Ketua PN Bangkinang. Bumi Lancang Kuning membutuhkan hakim yang jujur, adil, dan berpihak kepada kebenaran, dan tidak butuh hakim yang korup dan suka memperdagangkan perkara,” tutup Rolan.
Publisher -Red