
CN- Semarang, – Seorang wanita bernama Anggreini (38) mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Tengah pada Jumat (13/6) untuk menuntut kejelasan status dan hak anak yang telah ia perjuangkan selama dua tahun. Anggreini mengaku merasa dipersulit dan dipermainkan dalam proses mencari keadilan terkait pengakuan anak biologisnya.
Anggreini menjelaskan bahwa ia pernah menjalin hubungan dengan seorang pria bernama Dwi Priyo Nugroho, yang diketahui merupakan ayah dari Brigadir DV (inisial), seorang anggota Polda Jawa Tengah. Anggreini mengklaim bahwa Dwi telah menipunya dengan menyatakan telah bercerai dari istrinya dan tidak lagi menjalin hubungan rumah tangga.
Perkenalan antara Anggreini dan Dwi terjadi pada awal Februari 2023 melalui jasa transportasi daring saat perjalanan ke Yogyakarta. Dari komunikasi awal via pesan, Dwi mengaku telah bercerai dari Lisa, istri sebelumnya, dan hanya kembali ke rumah demi anak-anak mereka tanpa rujuk.
Menurut pengakuan Anggreini, hubungan mereka berlanjut hingga ia mengetahui dirinya hamil. Namun, saat menyampaikan kabar kehamilan pada 21 Oktober 2023, Dwi justru menghilang tanpa kabar, mengganti nomor ponsel, dan sulit dilacak keberadaannya hingga saat ini.
Anggreini menegaskan bahwa tuntutannya hanya sebatas pertanggungjawaban Dwi sebagai ayah biologis untuk mengakui dan memenuhi hak-hak anak mereka. Ia bahkan menyatakan kesediaannya untuk melakukan tes DNA, asalkan biaya tes ditanggung oleh pihak yang dilaporkan.
Berbagai upaya telah dilakukan Anggreini untuk mencari keadilan. Ia mengaku telah membuat aduan resmi ke Polda Jawa Tengah dan melibatkan berbagai lembaga seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Provinsi Jawa Tengah.
Namun, menurut Anggreini, setiap kali hendak dilakukan mediasi, pihak terlapor selalu menghindar. Terakhir, Dwi meminta agar mediasi dilakukan secara daring dengan alasan keamanan dan kenyamanan. Hal ini, menurut Anggreini, tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan perkara.
Situasi ini semakin mendesak karena anak yang dilahirkan pada 20 Juni 2024 tersebut kini mengalami gangguan kesehatan. Bayi tersebut dikabarkan harus menjalani operasi untuk mengangkat tumor kecil dan infeksi bakteri kulit.
Anggreini berharap agar pihak berwenang, termasuk institusi tempat Dwi bekerja, dapat membantu mempertemukan sang ayah dengan anaknya. Tujuannya sederhana, agar ayah kandung tersebut bertanggung jawab atas hak anak tanpa menuntut hal lain. “Saya hanya ingin hak anak saya dipenuhi,” ujar Anggreini.*(Red)