
Jakarta, 14 Juni 2025 – Kuasa hukum Kenji, seorang anak di bawah umur yang diklaim sebagai korban tindakan asusila namun justru menghadapi proses kriminalisasi, secara resmi mengajukan permohonan kepada Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Permohonan ini diajukan untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) guna membongkar dugaan maladministrasi penanganan hukum terhadap anak serta mendesak penghentian praktik kriminalisasi terhadap korban anak.
Tim kuasa hukum, Aslam Syah Muda, S.H.I., CT.NNLP, dan A.D. Anggoro, SE., SH., menegaskan bahwa Kenji adalah korban kekerasan seksual. Mereka menyatakan, alih-alih memperoleh perlindungan, Kenji justru diperlakukan sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum.
“Proses hukum terhadap anak harus mengikuti sistem peradilan pidana anak yang menjamin perlindungan dan keadilan restoratif. Bukan malah menjadikan korban sebagai pelaku,” ujar Aslam.
Kuasa hukum mengungkapkan sejumlah dugaan pelanggaran dalam penanganan perkara Kenji, antara lain:
* Tidak adanya pendampingan hukum yang layak.
* Ketidakterlibatan Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dalam proses hukum.
* Pengabaian asas perlakuan khusus terhadap anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
* Adanya tekanan untuk penyelesaian damai, padahal tindak asusila terhadap anak merupakan delik biasa yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
Menyikapi kondisi ini, tim kuasa hukum telah menempuh sejumlah langkah konkret:
* Mengajukan permohonan resmi kepada Komisi III DPR RI untuk menggelar RDP terbuka.
* Melaporkan dugaan pelanggaran prosedural kepada Ombudsman RI.
* Menjalin komunikasi strategis dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) guna menjamin perlindungan dan pemulihan bagi Kenji.
“Ini bukan hanya soal Kenji, tapi soal martabat hukum dan tanggung jawab negara dalam melindungi anak-anak Indonesia dari kejahatan dan kriminalisasi sistemik,” tambah Anggoro.
Kuasa hukum juga mengutip dasar hukum yang relevan:
* Pasal 81 & 82 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak: Tindakan asusila terhadap anak adalah delik biasa, yang wajib diproses meskipun tanpa pengaduan.
* Pasal 50 UU No. 11 Tahun 2012 (UU SPPA): Proses hukum terhadap anak wajib menjamin perlindungan khusus dan pendekatan keadilan restoratif.
* Putusan MA No. 587 K/Pid.Sus/2015: Tindak pidana seksual terhadap anak tidak dapat diselesaikan secara damai atau kekeluargaan.
Publisher -Red
Reporter CN- Munadi