
BOGOR, CN – 21 Juni 2025 – Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI) Kabupaten Bogor bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Pendekar menyatakan kesiapan mereka untuk menempuh jalur hukum terhadap sejumlah pemerintah desa di Kabupaten Bogor. Langkah ini diambil menyusul dugaan ketidaktransparanan dalam pengelolaan dan penggunaan dana desa atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk tahun anggaran 2022, 2023, dan 2024.
Ketua KANNI Bogor, Haidy Arsyad, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan permintaan informasi resmi kepada beberapa desa terkait laporan penggunaan APBDes. Namun, hingga saat ini, permintaan tersebut belum mendapatkan respons.
“Kami menduga kuat telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Oleh karena itu, kami akan mengajukan gugatan ke Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat,” kata Haidy Arsyad, saat ditemui usai pertemuan dengan Ketua YLBH Pendekar, Hendra Sudrajat, di Cigombong pada Jumat (20/6).
Hendra Sudrajat, atau akrab disapa Haidar, dari YLBH Pendekar, menambahkan bahwa praktik ketidaktransparanan dalam pengelolaan anggaran desa bukan merupakan isu baru. Menurutnya, masih banyak desa yang menunjukkan resistensi terhadap prinsip keterbukaan, khususnya dalam penyampaian dokumen pertanggungjawaban keuangan publik.
“Ketika dokumen yang seharusnya terbuka untuk publik tidak diberikan, maka wajar jika timbul kecurigaan adanya praktik yang tidak sesuai. Hal ini perlu diuji dan dibuktikan melalui jalur hukum yang berlaku,” ujar Haidar.
Ia menegaskan, pihaknya telah melakukan verifikasi awal di lapangan yang mengindikasikan adanya ketidaksesuaian antara laporan yang seharusnya ada dengan kondisi riil di beberapa kasus.
Selain mengambil langkah hukum, KANNI dan YLBH Pendekar juga berencana untuk menyelenggarakan kegiatan edukasi hukum bagi masyarakat terkait pentingnya keterbukaan informasi dan hak-hak warga desa terhadap akses informasi anggaran publik. Haidy Arsyad meyakini bahwa peningkatan kesadaran hukum masyarakat adalah kunci pencegahan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur desa.
“Kami ingin masyarakat memiliki keberanian untuk bertanya dan mencari tahu. Kepala desa bukanlah pemilik dana desa, melainkan hanya pengelola anggaran publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat,” tegas Haidy.
KANNI dan YLBH Pendekar berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk membuka kemungkinan untuk menempuh jalur pidana jika dalam prosesnya ditemukan indikasi kuat tindak pidana korupsi.
“Kami tidak hanya akan fokus pada aspek administrasi, tetapi juga potensi pelanggaran hukum yang lebih serius yang mungkin terjadi,” pungkas Haidar.
Publisher -Red
Reporter CN- Abdul Jabar(Bay)