
TANGERANG-29 Juni 2025– Dinas Pemuda dan Olahraga (DISPORA) Kota Tangerang kembali menjadi sorotan tajam dari kalangan aktivis dan penggiat anti-KKN terkait dugaan penggunaan anggaran yang tidak wajar pada Tahun Anggaran 2025. Badan Peneliti Aset Negara (BPAN-RI) Wilayah Banten, melalui Ir. Guzermon, mengungkapkan adanya indikasi permufakatan jahat dan dugaan persekongkolan dalam penggunaan anggaran tersebut.
Guzermon menyoroti beberapa proyek di DISPORA Kota Tangerang, di antaranya pembangunan sarana motor cross senilai Rp3 miliar dan belanja rumput stadion senilai Rp6,9 miliar untuk Tahun Anggaran 2025. Ia menemukan kejanggalan dalam proses pengadaannya yang dilakukan melalui sistem e-katalog, padahal jelas disebutkan bahwa ini adalah pekerjaan konstruksi yang akan berlangsung dari Juni hingga Desember 2025.
“Proyek pengadaan rumput sintetis di DISPORA Kota Tangerang sebesar Rp5 miliar pada Tahun Anggaran 2024 sebelumnya belum selesai dan masih menyisakan sejumlah kejanggalan, seperti lokasi pelaksanaan yang tercantum di dokumen pengadaan tidak sesuai dengan nomenklatur. Kini, belanja rumput stadion kembali dianggarkan pada Tahun Anggaran 2025 dengan anggaran yang bahkan lebih besar,” ungkap Ir. Guzermon pada 28 Juni 2025.
Selain lokasi proyek yang tidak jelas pengerjaannya, Guzermon menambahkan bahwa proses pengadaan tidak dilakukan melalui lelang terbuka (tender) melainkan menggunakan sistem e-purchasing (e-katalog). Hal ini, menurutnya, menimbulkan dugaan permufakatan jahat dan persekongkolan yang semakin kuat.
“Kami meminta Aparat Penegak Hukum (APH), baik Kejaksaan, KPK-RI, maupun Kepolisian, untuk segera mengusut tuntas proyek-proyek ini. Mereka harus memeriksa Kepala Dinas DISPORA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), juga Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang terlibat dalam proyek. Selain tidak sesuai nomenklatur pekerjaan, kepatuhan terhadap Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 juga diduga telah dilanggar,” tegasnya.
Menurut Guzermon, Pemerintah telah mengatur pengadaan barang dan jasa yang wajib dilaksanakan demi terciptanya persaingan sehat, adil, dan tidak diskriminatif, serta dilakukan melalui mekanisme lelang terbuka dengan nomenklatur jenis kegiatan yang jelas, kecuali dalam kondisi tertentu yang dibenarkan oleh regulasi. Namun, ia menilai DISPORA telah menabrak aturan tersebut.
“Ketika pengadaan dilakukan tanpa tender, hal ini berpotensi terjadi permufakatan jahat dan persekongkolan antara oknum pejabat dengan penyedia (vendor). Pasalnya, dalam belanja rumput sintetis yang dilakukan oleh DISPORA, ditemukan kegiatan lain di dalamnya seperti perawatan dan lainnya, jadi proyek tersebut tidak sesuai nomenklatur,” jelas Guzermon.
Lebih lanjut, Guzermon juga menyoroti pembangunan sarana Motor Cross di Selapang Jaya senilai Rp3 miliar yang dianggap sangat tidak lazim. Selain prosesnya melalui e-katalog, lahan tersebut masih berstatus quo karena beberapa pihak masih mengklaim dan saling menggugat di Pengadilan Tangerang. Bahkan, salah satu ahli waris telah melaporkan salah satu pihak ke Polres Metro Tangerang Kota dengan nomor laporan polisi: LP/B/741/VII/2024 SPKT/Polres Metro Tangerang Kota. Meski demikian, DISPORA tetap menganggarkan pembangunan di lokasi tersebut.
“Dari temuan terkait proyek belanja rumput sintetis dan rumput stadion, serta proyek motor cross di DISPORA Kota Tangerang, berpotensi terjadi dugaan tindak pidana korupsi. Proyek-proyek tersebut ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen pelaksanaan dan fakta lapangan. Nomenklatur pekerjaan juga harga satuan yang melebihi kewajaran pasar terindikasi di-mark-up,” imbuhnya.
Dugaan tindakan ini dapat dijerat berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian, serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan atau kedudukan, dapat dipidana 20 tahun penjara.
Meskipun menuai sorotan tajam dari masyarakat, pejabat penting DISPORA Kota Tangerang memilih bungkam dan tidak memberikan keterangan saat dikonfirmasi. Upaya wartawan untuk menemui Kepala Dinas ‘Kaonang’ tidak membuahkan hasil. Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi yang didapat dari Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, maupun Kepala Bidang DISPORA,*(Red)