
Probolinggo, CN-2 Juli 2025— Kebebasan pers kembali diuji dengan cara yang keji. Rumah seorang jurnalis bernama Hardon, warga Dusun Margoayu, Desa Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, nyaris dilalap api oleh orang tak dikenal (OTK) pada Minggu dini hari, 29 Juni 2025. Diduga kuat, aksi kriminal ini berkaitan dengan aktivitas jurnalistik korban yang kerap mengangkat isu-isu panas di wilayahnya.
Peristiwa bermula saat NW, istri Hardon, mencium bau menyengat seperti bensin atau pertalite dari sekitar rumah. Curiga ada yang tidak beres, ia segera membangunkan suaminya. Hardon pun bergegas keluar rumah, namun pelaku telah lebih dulu kabur di kegelapan malam.
“Saya cium bau bensin kuat sekali. Saya langsung bangunkan suami. Begitu keluar, pelakunya sudah kabur,” ujar NW kepada awak media.
Tak ingin peristiwa ini dianggap sepele atau direkayasa, Hardon langsung melapor ke Polsek Pakuniran bersama menantunya. Ia menduga kuat, teror ini berhubungan erat dengan tugasnya sebagai jurnalis yang kerap menyoroti konflik agraria antara warga penggarap hutan (pesanggem) dengan LMDH dan oknum aparat desa.
“Saya percaya ini bukan kriminal biasa. Ini adalah pesan intimidasi. Saya menulis tentang ketidakadilan, soal dana sharing, penanaman bibit tanpa musyawarah, dan konflik LMDH. Kini saya hampir dibakar hidup-hidup,” tegas Hardon.
Petugas Polsek Pakuniran yang mendatangi lokasi menemukan sejumlah bukti yang mengarah pada percobaan pembakaran. Di antara barang bukti yang diamankan adalah sisa cairan bahan bakar dan tutup jerigen berbau pertalite yang ditemukan di atas atap dapur rumah.
“Barang bukti sudah kami amankan. Dugaan kuat ini adalah upaya pembakaran yang disengaja,” terang Aiptu Dwi dari Polsek Pakuniran.
Yang mengejutkan, sebelum kejadian ini terjadi, beredar video provokatif dari sejumlah oknum desa yang diduga memobilisasi warga untuk menolak keberadaan Hardon. Dalam video tersebut terlihat FZ (anggota BPD), SM (ketua LMDH), HR (bendahara), serta perangkat desa lain mengajak warga untuk bersikap keras terhadap wartawan tersebut.
“Video itu bukti bahwa ini bukan kebetulan. Saya tak akan tunduk. Saya akan terus menulis dan menyuarakan jeritan rakyat,” tambah Hardon.
Hingga kini, polisi masih menyelidiki identitas pelaku dan mengusut kemungkinan keterkaitan antara teror ini dengan pemberitaan yang dibuat korban. Sementara itu, solidaritas terhadap kebebasan pers dan perlindungan terhadap wartawan kembali menjadi sorotan tajam.
Apakah kebebasan pers akan terus diteror oleh cara-cara barbar seperti ini? Atau kita akan berdiri bersama membela suara kebenaran? Waktu akan menjawab—tapi hukum tak boleh diam.
Kontributor liputan CN : Edi D