
Kudus,– Merasa adanya kejanggalan dalam proses hukum yang menimpa salah satu anggotanya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Peduli Keadilan (MPK) mendatangi Polres Kudus. Delapan perwakilan LSM MPK diterima langsung oleh Kapolres Kudus AKBP Heru Dwi Purnomo di aula ruang tamu Mapolres Kudus pada Kamis (11/07).
Audiensi ini dilakukan untuk menyampaikan keluhan terkait penanganan kasus yang melibatkan Muhammad Hendrik, putra dari Mustadi, salah satu anggota LSM MPK. Mustadi memaparkan kronologi kejadian yang disebutnya sebagai perkelahian saling balas.
Menurut Mustadi, insiden bermula pada 17 September 2024, ketika Muhammad Hendrik mendatangi rumah Amin Soleh (adik dari pendakwah Abdul Hamid) untuk mempertanyakan perihal ayahnya yang merasa dihina dalam sebuah acara pengajian. “Awalnya anak saya membela saya karena nama saya dihina di pengajian. Di rumah Amin Soleh, anak saya mempertanyakan hal itu. Amin Soleh marah dan anak saya dicekik lehernya hingga tidak bisa bernapas, kemudian terjadi perkelahian,” ungkap Mustadi.
Akibat kejadian tersebut, Muhammad Hendrik sempat menjalani perawatan di rumah sakit. Namun, Mustadi melanjutkan, setelah insiden itu justru anaknya dilaporkan oleh Amin Soleh ke Polsek Dawe. “Oleh penyidik, anak saya awalnya dikenakan Pasal 352 KUHP (tindak pidana ringan). Kemudian diminta uang Rp 100 juta. Karena tidak mau membayar, akhirnya pasal berubah menjadi Pasal 351 KUHP (penganiayaan berat),” pungkasnya.
Mustadi menduga adanya upaya kriminalisasi dalam kasus ini, terlebih karena ia mengklaim pelapor memiliki hubungan keluarga dengan oknum Kanit Reskrim Polsek Dawe. “Perkara kemudian dilimpahkan ke Polres Kudus. Oleh penyidik, anak saya dijanjikan akan dipertemukan dengan pelapor untuk mediasi atau restorative justice, namun setelah ditunggu tidak ada konfirmasi. Malah anak saya langsung ditangkap oleh Resmob tanpa ada proses pemanggilan dan klarifikasi,” terang Mustadi di hadapan Kapolres.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya telah melaporkan pelapor atas dugaan percobaan pembunuhan dengan mencekik leher, lengkap dengan bukti visum. “Mereka bebas, tapi anak saya langsung ditangkap,” ujarnya. Mustadi juga merasa dipermainkan karena upaya penangguhan penahanan yang menurutnya disarankan oleh Kasat Reskrim, justru ditolak oleh Kapolres pada saat itu.
Menanggapi keluhan tersebut, Kapolres Kudus AKBP Heru Dwi Purnomo menyatakan akan melakukan pengecekan terhadap semua aduan yang disampaikan. Terkait permintaan penangguhan penahanan, Kapolres mengaku tidak mengetahuinya. “Terima kasih atas kedatangannya dan akan saya crosscheck dulu. Bukan berarti saya mengulur waktu karena banyaknya kesibukan. Nanti kita ketemu lagi pada hari Jumat tanggal 18 Juli. Terima kasih atas sinergisitasnya selama ini, mohon dipertahankan dan kalau bisa ditingkatkan,” ucap Kapolres.
Ketua Umum LSM MPK, Bima Agus Murwanto, S.H., M.H., menyampaikan keyakinannya terhadap integritas Kapolres. “Kami yakin bahwa Pak Kapolres Heru orang baik, pasti akan memberikan keadilan. Penyidikan ini terkesan dipaksakan dari pasal pidana ringan menjadi pasal pidana berat. Kalau memang mau dilimpahkan ke kejaksaan, segera limpahkan. Jangan diombang-ambing oleh oknum-oknum polisi yang tidak profesional. Kami siap bertarung di pengadilan adu data, karena ini adalah perkelahian, justru anggota kami yang dicekik dan ada percobaan pembunuhan yang seharusnya ditangkap dan ditetapkan tersangka adalah dari pihak yang mencekik tersebut karena bukti sudah jelas, hasil visum juga ada. Kami mohon Bapak Kapolres berlaku adil, kalau memang ditangkap ya ditangkap semua,” ungkap Bima.
Setelah pertemuan, Bima menyatakan lega atas respons positif dan janji penegakan keadilan yang diberikan Kapolres. “Merasa mendapat perlakuan yang baik dan diterima dengan baik, serta ada janji untuk menegakkan keadilan, maka kami dari MPK merasa lega dan untuk sementara kami tunggu hingga pertemuan berikutnya,” ujar Bima kepada awak media. Ia menambahkan, “Andaikan di pengadilan ternyata ini adalah tipiring, maka akan kami tindaklanjuti para penyidik yang sudah melakukan upaya hukum yang tidak jelas.”
Bima juga menyinggung momen Hari Bhayangkara ke-79 dengan tema “Polri untuk Masyarakat”. “Sekarang kami sebagai masyarakat dan lembaga yang mewakili pencari keadilan justru diabaikan. Pertanyaannya, apakah Kasat dan penyidik yang menangani perkara tersebut diduga telah menerima suap? Karena berkembang isu pihak lawannya Mohammad Hendrik menjual tanah dan kebunnya, sampai semangatnya Hendrik ditangkap tanpa prosedur yang jelas?” tutup Bima.
Publisher -Red