
LUWUK, BANGGAI, 5 Agustus 2025– Keputusan Polsek Nuhon untuk membebaskan pelaku kekerasan terhadap anak di bawah umur menuai kritik tajam dan dinilai mencederai prinsip perlindungan anak. Pembebasan yang didasarkan pada “kesepakatan damai” dan pencabutan laporan oleh orang tua korban, dipertanyakan karena mengabaikan bukti medis dan melanggar amanat Undang-Undang Perlindungan Anak.
Pada (tanggal kejadian), seorang anak di bawah umur (inisial korban dan usia jika diketahui) diduga menjadi korban kekerasan yang berujung pada dirawatnya korban di rumah sakit. Berdasarkan laporan awal, pelaku (inisial pelaku) telah ditangkap dan menjalani pemeriksaan. Namun, (tanggal pembebasan), Polsek Nuhon memutuskan untuk membebaskan pelaku.
Keputusan ini sangat disayangkan karena mengabaikan bukti medis yang seharusnya menjadi dasar kuat bagi kepolisian untuk menindaklanjuti kasus. Menurut Pasal 76C juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, kekerasan terhadap anak merupakan tindak pidana murni yang tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme damai di luar pengadilan, terutama jika menimbulkan luka berat.
Sumber yang dapat dipercaya menyebutkan, pembebasan pelaku terjadi setelah adanya pencabutan laporan dari pihak keluarga korban. Meskipun begitu, praktik ini bertentangan dengan prosedur hukum yang seharusnya. Dalam kasus pidana, terutama yang melibatkan anak-anak sebagai korban, pencabutan laporan tidak serta-merta menghentikan proses hukum. Kepolisian memiliki kewenangan untuk melanjutkan penyelidikan dan penyidikan demi memastikan keadilan bagi korban.
Keputusan Polsek Nuhon ini dinilai mengirimkan pesan berbahaya kepada masyarakat. Langkah ini dapat menciptakan preseden buruk bahwa pelaku kekerasan anak bisa lolos dari jeratan hukum, melemahkan upaya perlindungan anak yang telah diatur oleh negara, dan membiarkan pelaku kejahatan kembali berkeliaran.
Untuk mendapatkan kejelasan mengenai dasar hukum pembebasan ini, perlu adanya konfirmasi dari Kapolsek Nuhon atau Polres Banggai. Sementara itu, lembaga perlindungan anak setempat atau pakar hukum dapat dimintai tanggapan untuk mengkritisi keputusan tersebut.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan evaluasi terhadap penegakan hukum di tingkat kepolisian sektor. Penegakan hukum terhadap kasus kekerasan anak harus ditegakkan tanpa kompromi, agar hukum tidak tumpul di hadapan kejahatan yang menimpa anak-anak.*(Red)