
JAKARTA, Sabtu, 19 Juli 2025 – Indonesia menghadapi potensi ancaman serius dari serangan siber berskala besar, termasuk serangan Distributed Denial of Service (DDoS) dan ransomware. Peringatan ini muncul dari analisis pakar keamanan siber, mengindikasikan bahwa serangan ini dapat menargetkan infrastruktur vital dan layanan publik di seluruh negeri.
Potensi serangan ini, jika terjadi, diperkirakan mampu melumpuhkan sistem komunikasi, layanan perbankan, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, serta sistem kependudukan. Ancaman utamanya adalah terjadinya “blackout internet” yang berpotensi mengganggu aktivitas masyarakat dan roda perekonomian nasional.
Menyikapi urgensi ini, para ahli menekankan pentingnya respons yang terkoordinasi dan peningkatan kapasitas pertahanan siber di semua lini. Ahmad Faizun, salah seorang pakar keamanan siber, mengingatkan, “Kita perlu terus berjaga-jaga, siapa tahu mereka melancarkan niat buruk mereka.”
Menanggapi hal tersebut, Bobi Irawan, Komisaris Utama Cyber Nasional, menyampaikan apresiasi atas kontribusi pemikiran Ahmad Faizun. “Kami sangat menghargai masukan dan peringatan dari Bapak Ahmad Faizun yang senantiasa relevan dalam upaya kita menjaga kedaulatan siber nasional. Kewaspadaan seperti ini sangat krusial,” ujar Bobi Irawan.
Langkah-langkah Penanganan dan Perlindungan yang Direkomendasikan:
Dalam menghadapi potensi serangan ransomware, langkah-langkah yang dianjurkan meliputi:
* Audit Forensik Menyeluruh: Melakukan audit forensik komprehensif terhadap seluruh jaringan dan perangkat komputasi, termasuk perangkat bergerak seperti ponsel, laptop, dan tablet, untuk mengidentifikasi celah keamanan.
* Investigasi dan Pengamanan ‘Patient Zero’: Setelah mengidentifikasi perangkat yang pertama kali terinfeksi (patient zero), investigasi mendalam harus dilakukan untuk melengkapi dengan perangkat lunak pengamanan yang memadai.
* Penguatan Sistem (Hardening): Melakukan “hardening” pada seluruh perangkat server dan jaringan, yang mencakup penonaktifan perimeter keamanan yang tidak esensial dan pembaruan perangkat lunak secara berkala.
* Opsi Pemulihan Data: Jika data tersandera dan upaya pemulihan dari cadangan file tidak berhasil, pembayaran tebusan dapat dipertimbangkan sebagai opsi terakhir, meskipun ini bukan solusi yang ideal.
Untuk langkah-langkah perlindungan jangka panjang dari serangan siber secara umum, direkomendasikan:
* Implementasi Zero Trust Framework: Menerapkan kerangka kerja Zero Trust di seluruh organisasi, mencakup perangkat lunak dan perangkat jaringan yang terhubung, untuk memastikan setiap akses terverifikasi.
* Pemanfaatan Perangkat Lunak Keamanan: Berlangganan dan mengimplementasikan solusi keamanan siber yang komprehensif seperti antivirus, antimalware, firewall, dan sistem intelijen ancaman (threat intel).
* Pemanfaatan Security Operation Center (SOC): Menggunakan layanan SOC yang dilengkapi dengan Sistem Informasi dan Manajemen Peristiwa Keamanan (SIEM) serta Deteksi dan Respons yang Diperluas (XDR) untuk memantau aktivitas pengguna di jaringan, server, dan aplikasi secara real-time.
* Strategi Pemulihan Bencana dan Cadangan Data: Mempertimbangkan implementasi Disaster Recovery Center (DRC), sistem pencadangan data yang kuat, serta penggunaan media cadangan data independen (tape backup) untuk memastikan keberlangsungan bisnis dan pemulihan data pasca-serangan.
Para pakar juga menekankan bahwa meskipun Indonesia mungkin menghadapi tantangan dalam aspek perangkat keras, kekuatan bangsa terletak pada pengembangan algoritma dan turunannya dalam dunia siber. “Kita adalah Indonesia. Keberanian dan kesiapsiagaan adalah kunci,” tegas seorang pakar dalam diskusi internal.
Masyarakat dan seluruh elemen instansi diharapkan meningkatkan kewaspadaan dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengamankan sistem dan data mereka. Pemerintah, melalui lembaga terkait seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), terus berupaya meningkatkan ketahanan siber nasional.
Publisher -Red