
PALEMBANG, 13 September 2025 – Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK menguak dugaan kejanggalan dalam tata kelola anggaran Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) tahun anggaran 2024. BPK menyoroti penganggaran Belanja Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKBK) senilai Rp2,14 triliun yang dinilai membebani keuangan daerah, serta tidak didasarkan pada perencanaan yang matang dan terukur.
Dalam LHP Nomor 44/LHP/XVIII.PLG/05/2024, BPK mengungkapkan bahwa penganggaran BKBK yang mencapai Rp2.141.561.993.237,00 hanya terealisasi sebesar Rp1.896.976.798.838,25 atau 88,58%. Angka ini mencerminkan porsi yang sangat besar dalam postur APBD Pemprov Sumsel.
Lebih lanjut, LHP Kinerja Nomor 04/LHP/XVIII.PLG/01/2025 memperkuat temuan tersebut dengan menyebutkan bahwa anggaran dan realisasi BKBK membebani keuangan daerah. Anggaran tersebut disusun secara global tanpa rincian yang jelas, karena proses pengajuan proposal dari kabupaten/kota baru dilakukan pada tahun anggaran berjalan. Ini bertentangan dengan prinsip penganggaran yang transparan dan akuntabel.
Berdasarkan wawancara BPK dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), diketahui bahwa Pergub Sumsel Nomor 3 Tahun 2022 belum mengatur mekanisme perencanaan pemberian Belanja BKBK secara rinci. Akibatnya, praktik penganggaran yang tidak terukur ini telah berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2024, memicu tanda tanya besar soal efektivitas dan prioritas belanja daerah.
Atas temuan ini, BPK merekomendasikan Gubernur Sumsel untuk memerintahkan TAPD menyusun rencana aksi yang konkret untuk mengatasi defisit, menyelesaikan utang, dan menerapkan kebijakan pembatasan penggunaan dana terikat. Selain itu, BPK juga meminta Pemprov Sumsel menyusun perencanaan anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan potensi riil. Meskipun Pemprov Sumsel telah menyerahkan dokumen perencanaan, BPK menilai dokumen tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi yang diberikan.
Temuan-temuan BPK ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen Pemprov Sumsel dalam menjaga tata kelola pemerintahan yang baik. Praktik penganggaran yang tidak terukur dan membebani daerah ini berpotensi merugikan masyarakat dan menghambat pembangunan yang berkelanjutan. Kepatuhan terhadap rekomendasi BPK menjadi krusial untuk mencegah kerugian finansial di masa depan dan memastikan setiap rupiah anggaran digunakan secara tepat sasaran.
Publisher -Red