OGAN KOMERING ILIR, Sabtu, 6 Desember 2025 – Aib dan kegagalan total dalam tata kelola keuangan publik Pemkab Ogan Komering Ilir (OKI) terkuak. Dengan total Piutang Daerah mencapai Rp49.162.798.397,80 per 31 Desember 2024, Pemkab OKI bukan hanya gagal menagih, tetapi juga terbukti melakukan pembiaran masif yang mengakibatkan hak tagih uang rakyat kedaluwarsa dan data keuangan menjadi fiksi administratif.
Angka Rp50 Miliar ini adalah dana publik yang hilang dan seharusnya bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Ironisnya, alih-alih diurus, piutang ini justru dibiarkan membusuk di laporan keuangan, mencerminkan sikap ceroboh dan tidak bertanggung jawab para pemangku kebijakan.
Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB P2) kini menjadi simbol maladministrasi yang tak terampuni. Sejumlah piutang telah melampaui batas kedaluwarsa enam tahun, secara hukum seharusnya dapat dihapuskan, namun Pemkab OKI memilih untuk tutup mata.
Ini adalah indikasi paling jelas dari kelalaian yang disengaja! Pengakuan Kepala Bidang Pendataan dan Pendaftaran BPPD bahwa mereka tidak pernah melakukan upaya hapus buku, verifikasi, atau validasi, adalah pengkhianatan terhadap amanah publik. Mereka menjadikan laporan keuangan sebagai tempat sampah data piutang mati, membiarkan potensi pendapatan daerah menguap hanya karena kemalasan dan ketidakprofesionalan aparatur.
Piutang kedaluwarsa ini bukan sekadar angka; ini adalah uang yang sah milik rakyat yang diserahkan Pemkab kepada para penunggak karena ketidakbecusan dalam penagihan dan administrasi.
Lebih parah lagi, Piutang Retribusi SITU dan Izin Gangguan, yang diakui sejak tahun 2010 dengan nilai yang beku tidak berubah, kini berada dalam status data hilang misterius. Piutang berusia lebih dari satu dekade ini tidak memiliki penjelasan Wajib Retribusi dan rinciannya.
Piutang ini adalah hantu di neraca keuangan OKI! Bagaimana mungkin data keuangan sepenting ini bisa menguap dan menghilang saat masa transisi organisasi (DPPKAD ke BPKAD dan BPPD)? Klaim Kepala BPKAD yang angkat tangan dan menyatakan tidak bisa menghapus karena tidak ada informasi rincian adalah alibi lemah dan pembenaran atas kegagalan sistemik.
Pertanyaan krusialnya: Di mana tanggung jawab Kepala SKPD dan Pejabat Transisi saat itu? Ke mana data vital ini dilimpahkan? Tindakan DPMPTSP yang belum melakukan penagihan karena tidak memiliki informasi menunjukkan fragmentasi dan kekacauan dalam koordinasi antar-SKPD. Piutang ini telah mencemari laporan keuangan selama 14 tahun tanpa adanya tindakan nyata. Ini adalah kegagalan sistem pengarsipan dan akuntabilitas publik yang memalukan!
Redaksi menuntut Bupati OKI segera mengambil tindakan yang keras dan radikal untuk memulihkan kepercayaan publik dan membersihkan luka borok ini:
1. Audit Forensik Data: Lakukan audit forensik untuk melacak keberadaan dokumen Piutang Retribusi 2010 dan menindak tegas pihak-pihak yang lalai dalam pelimpahan dan pengamanan data.
2. Sanksi Maksimal: Pejabat yang terbukti secara sah dan meyakinkan menelantarkan hak tagih hingga kedaluwarsa harus dicopot dan diberikan sanksi maksimal.
3. Reformasi Total: Struktur dan prosedur penatausahaan Piutang Daerah harus direformasi total untuk mencegah terulang kembali tragedi administrasi ini di tahun-tahun mendatang.
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










