
KEBUMEN – 20 Oktober 2025 + Proyek pembangunan jalan makadam di Dukuh Slepi, Desa Plumbon, Kecamatan Karangsambung, Kebumen, yang diklaim menelan dana desa (DD) ratusan juta rupiah selama dua tahun anggaran (2024 dan 2025), kini menjadi sorotan tajam. Alih-alih memfasilitasi akses vital pertanian, infrastruktur yang sudah selesai sebagian justru menciptakan penderitaan baru bagi warga dan petani.
Investigasi mendalam menemukan bahwa proyek ambisius ini tidak hanya menghasilkan kualitas pekerjaan yang di bawah standar, tetapi juga memicu ‘ketidakwajaran’ administrasi anggaran yang patut diduga bermasalah secara hukum.
Warga Dukuh Slepi kini harus menanggung beban jalan yang disebut makadam, namun faktanya hanyalah tumpukan batu yang goyah dan tidak terkunci. Dengan total pagu anggaran mencapai sekitar Rp380 Juta (termasuk dugaan alokasi Rp300 Juta di 2024 dan Rp80 Juta di 2025), hasilnya adalah jalan yang nyaris tidak bisa dilewati.
“Batunya itu mudah pecah, goyah. Rongganya besar-besar. Jangankan mobil, motor saja harus ekstra hati-hati. Truk kami sempat terperangkap semalam,” keluh seorang petani setempat yang meminta namanya dirahasiakan karena takut intimidasi.
Kondisi di lapangan menunjukkan adanya dugaan kuat pelanggaran spesifikasi. Batuan yang digunakan tampak lokal dan rapuh, bertentangan dengan standar makadam ideal. Ironisnya, kerusakan fatal ini terjadi setelah warga menunjukkan loyalitas dengan merelakan tanah mereka untuk kepentingan umum. Hak mereka kini dibalas dengan infrastruktur yang membahayakan.
Upaya verifikasi di Kantor Desa Plumbon menghasilkan serangkaian kontradiksi yang semakin memperkeruh masalah.
Pejabat Pelaksana Kegiatan (PK) Desa, Sardi, menyebutkan anggaran makadam 2025 sekitar Rp80 Juta dari DD, ditambah klaim adanya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) 2024 sebesar Rp51 Juta yang dialokasikan untuk proyek yang sama.
Inilah titik krusialnya: Pengakuan adanya SILPA Rp51 Juta ini secara mengejutkan bertentangan dengan dokumen resmi publik desa. Papan realisasi anggaran 2024 dan APBDes 2025 tidak mencantumkan alokasi dana sebesar itu. Pertanyaan mendasar muncul: Apakah SILPA ini benar-benar ada, ataukah hanya angka fiktif yang digunakan untuk menjustifikasi pengeluaran yang tidak transparan?
Kontradiksi diperparah dengan pernyataan Kepala Desa Plumbon yang bukannya memberikan klarifikasi, malah melontarkan pernyataan bernada menantang kepada media:
“Saya sedikit terkejut jenengan media bisa ke sana ada apa? Bagi saya mau dilaporkan ke bupati, KPK saya siap menghadapi… Harusnya masyarakat perangkat desa yang membutuhkan informasi datang ke desa tanya ke PK, Pak Carik jangan potong kompas ke media.”
Sikap seorang pemimpin desa yang seharusnya menjunjung tinggi akuntabilitas dan keterbukaan, namun justru menuding media yang menjalankan fungsi kontrol sosial, mengindikasikan adanya arogansi kekuasaan dan upaya mengaburkan transparansi publik. Klaim kesiapan “pake baju oren” (sebagai narapidana korupsi) tanpa disertai bukti audit yang jelas hanyalah retorika hampa di tengah bukti fisik proyek yang amburadul dan data anggaran yang gelap.
Melihat bobroknya kualitas di lapangan dan adanya kejanggalan administrasi yang signifikan, Pemerintah Kabupaten Kebumen, khususnya Inspektorat, tidak boleh berdiam diri.
– Audit Total dan Forensik Anggaran: Inspektorat Kabupaten Kebumen harus segera melakukan audit menyeluruh dan, jika perlu, audit forensik terhadap penggunaan Dana Desa Plumbon tahun 2024 dan 2025. Fokus utama harus pada pembuktian keberadaan dan penggunaan SILPA Rp51 Juta yang ‘ghaib’, serta perubahan spesifikasi material proyek makadam.
– Penegakan UU Keterbukaan Informasi: PK Desa dan Kades wajib tunduk pada Pasal 3 UU Keterbukaan Informasi Publik. Kegagalan memasang papan proyek dan inkonsistensi data anggaran adalah bentuk nyata pelanggaran akuntabilitas.
Namun, yang paling mendesak, Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Kejaksaan Negeri Kebumen harus segera bertindak dan turun ke lapangan melakukan investigasi mendalam. Temuan mengenai kualitas fisik yang buruk dan administrasi keuangan yang kontradiktif sudah cukup menjadi dasar kuat untuk memulai penyelidikan resmi. Uang rakyat tidak boleh digunakan untuk membangun “tumpukan batu” yang membahayakan, melainkan infrastruktur yang berkualitas dan berjangka panjang.
Tantangan Kades kepada pihak berwajib harus disambut dengan langkah hukum konkret. Tegakkan keadilan bagi masyarakat Plumbon yang telah dirugikan!
Publisher -Red
Reporter CN -Waluyo