SINTANG, 29 Desember 2025- – Praktik mafia tanah diduga kuat masih mencengkeram kepastian hukum pertanahan di Kabupaten Sintang. Kasus terbaru mengungkap dugaan skandal identitas ganda yang melibatkan individu berinisial THH alias TH alias H, yang memicu terbitnya sertifikat di atas lahan milik ahli waris sah serta pelaksanaan lelang yang dinilai cacat prosedur oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Dugaan manipulasi ini bermula dari temuan tiga identitas berbeda pada subjek hukum yang sama. Berdasarkan penelusuran dokumen, individu tersebut memiliki dua tanggal lahir yang berbeda (2 Oktober 1965 dan 2 Desember 1965) yang tercatat dalam berbagai dokumen negara.
Pakar hukum menilai konsistensi data adalah harga mati dalam akta otentik. Perubahan data usia yang drastis dalam laporan kehilangan dan pernyataan sumpah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengindikasikan adanya pelanggaran serius terhadap Pasal 242 KUHP terkait Sumpah Palsu serta Pasal 266 KUHP tentang Keterangan Palsu dalam Akta Otentik.
Skandal ini semakin meruncing dengan munculnya Sertifikat Hak Milik (SHM) tahun 2001 yang diterbitkan BPN di atas lahan yang sebenarnya telah memiliki sertifikat sah sejak tahun 1990 milik ahli waris.
Ketajaman kritik tertuju pada Putusan Pengadilan Negeri Sintang (No: 24/Pdt.G/2011/PN.Stg) yang diduga menjadi alat legitimasi untuk menyatukan nama-nama alias tersebut. Hal ini memunculkan pertanyaan besar bagi publik: Bagaimana institusi peradilan dan pertanahan bisa meloloskan verifikasi subjek hukum yang memiliki perbedaan data lahir hanya dalam hitungan hari?
Pelanggaran paling kasat mata terjadi pada proses lelang di KPKNL. Berdasarkan konfirmasi tertulis tanggal 22 Februari, pihak KPKNL diduga mengakui hanya mengantongi dokumen fotokopi dalam menjalankan proses lelang aset terkait.
Secara yuridis, pelaksanaan lelang tanpa Sertifikat Asli merupakan tindakan melawan hukum yang berimplikasi pada status Batal Demi Hukum (Null and Void). Memaksakan lelang di atas dokumen yang tidak otentik bukan sekadar kelalaian administrasi, melainkan dugaan upaya paksa perampasan hak milik warga negara.
Menanggapi carut-marut ini, pihak kuasa hukum dan ahli waris mendesak langkah tegas:
– Penghentian Lelang: Meminta KPKNL segera membatalkan hasil lelang karena objek tidak didukung dokumen asli.
– Pembatalan SHM 2001: Mendesak BPN mencabut sertifikat tahun 2001 karena cacat prosedur dan cacat subjek hukum (identitas ganda).
– Audit Investigatif: Meminta aparat penegak hukum memeriksa oknum di BPN, KPKNL, dan pihak terkait yang terlibat dalam penerbitan dokumen berbasis data palsu.
“Hukum tidak boleh menjadi tameng bagi mereka yang beritikad buruk. Jika negara melegalkan prosedur berdasarkan fotokopi dan identitas yang dimanipulasi, maka integritas hukum kita sedang berada di titik nadir,” tegas perwakilan ahli waris.
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.













