ACEH SINGKIL– 14 November 2025– Sidang ke-12 dengan agenda pembacaan putusan perkara Aktivis Agraria Yakarim di Pengadilan Negeri (PN) Singkil kembali ditunda hari ini, memicu gelombang kemarahan publik. Penundaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan disetujui Hakim ini kian menguatkan dugaan kriminalisasi terhadap Yakarim yang kasusnya diyakini masyarakat sebagai murni ranah keperdataan.
Penundaan ini terjadi setelah di persidangan sebelumnya, tiga orang Saksi Ahli, termasuk yang dihadirkan oleh Penyidik dan dua lainnya oleh tim kuasa hukum Yakarim, secara bulat dan tegas menyatakan bahwa kasus yang disangkakan (menyangkut perjanjian jual beli atau ganti rugi) adalah perdata, bukan pidana.
Pengacara Yakarim, yang meminta identitasnya dirahasiakan untuk menghindari risiko, melontarkan kritik keras terhadap sikap majelis hakim.
“Ini sungguh aneh dan memantik tanya besar. Ketika kami (pengacara) pernah mengajukan permohonan penundaan sidang untuk kelengkapan berkas, permohonan itu dipersulit bahkan ditolak. Namun, begitu JPU yang meminta, Hakim dengan cepat menyetujuinya. Ada apa di balik putusan yang terkesan ‘berat sebelah’ ini?” ujarnya dengan nada tinggi.
Tiga saksi ahli, yang merupakan pakar hukum, menegaskan bahwa sengketa yang didasari perjanjian jual beli atau ganti rugi adalah domain Hukum Perdata. Mereka menambahkan, sebuah kasus pidana terkait baru dapat ditindaklanjuti apabila perkara perdatanya telah memiliki putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Massa pendukung Yakarim yang memadati area pengadilan menilai bahwa JPU dan Hakim PN Singkil tengah memaksakan kasus ini tetap menjadi pidana, mengabaikan fakta hukum yang diungkap para ahli.
“Kami menilai ini murni perdata. Kami minta JPU dan Hakim jangan kriminalisasi lagi Yakarim! Sudah cukuplah PT. Delima Makmur yang sejak awal kami duga mengkriminalisasi perjuangan tanah masyarakat. Hukum di Aceh Singkil sudah sakit, sudah stadium akhir, kalau dibiarkan tiada lagi keadilan untuk rakyat lemah!” teriak salah satu koordinator aksi.
Dalam orasinya, ratusan pendukung Yakarim melayangkan tuntutan keras yang ditujukan langsung kepada pucuk pimpinan negara dan lembaga penegak hukum:
– Tuntut Janji Presiden: Meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menepati janji membela rakyat lemah yang dizalimi mafia hukum. Yakarim, aktivis agraria pejuang tanah masyarakat, saat ini diduga menjadi korban overcriminalization.
– Copot Hakim Nakal: Mendorong Komisi Yudisial (KY) segera mengusut dan mencopot hakim yang dinilai ‘nakal’ dan diduga mempermainkan hukum dalam kasus ini.
– Bersihkan Kejaksaan: Mendesak Jaksa Agung RI (Kejagung) untuk mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Singkil. Tuntutan ini didasari dugaan adanya ‘mafia hukum’ yang mempermainkan proses peradilan.
Masyarakat pendukung Yakarim secara spesifik menyoroti kinerja Kejari Aceh Singkil, mengutip janji Kejagung RI yang akan mencopot jaksa nakal.
“Pak Kejagung pernah berjanji akan mencopot Kejari yang bermain-main. Tolong copot Kejari Aceh Singkil! Kenapa kasus-kasus korupsi di Aceh Singkil yang nilainya miliaran, seperti kasus Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan proyek kerja sama UGM senilai Rp 3,8 miliar, justru mangkrak? Jangan-jangan ada ‘udang di balik bakwan’ di sini, Pak!” ungkap massa.
Mereka menyimpulkan, anomali penegakan hukum ini tampak jelas: kasus dugaan korupsi besar seolah ditiadakan, sementara kasus yang seharusnya perdata justru dipaksakan menjadi pidana.
“Hanya masalah perdata, tetapi diduga digiring terus menjadi kasus pidana. Ini adalah potret hukum di Aceh Singkil. Kami menagih janji Presiden, karena saudara kami Yakarim kini adalah korban nyata dari kelebihan kapasitas hukum (Overcriminalization),” tutup massa aksi, seraya berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan Yakarim dibebaskan.
Publisher -Red
Reporter CN -Amri
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










