
Pontianak, Kalimantan Barat | 28 Juni 2025 – Kebebasan pers di Indonesia kembali tercoreng. Seorang wartawan menjadi korban dugaan penghinaan dan intimidasi di Desa Sungai Ayak Dua, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, pada Jumat (27/6). Insiden serius ini diduga kuat melibatkan sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat dan memiliki keterkaitan dengan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah tersebut.
Kasus ini sontak memicu reaksi keras dari kalangan pegiat media dan aktivis kebebasan pers. Mereka mengecam tindakan tersebut sebagai upaya nyata pembungkaman fungsi kontrol sosial pers dan ancaman serius terhadap nilai-nilai demokrasi.
“Tindakan penghinaan dan intimidasi terhadap wartawan adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi, khususnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas seorang Aktivis 98 yang juga dikenal sebagai pegiat kebebasan pers nasional. “Ini bukan hanya serangan terhadap individu wartawan, tetapi juga terhadap institusi pers sebagai pilar keempat demokrasi.”
Menurut sejumlah sumber di lapangan, insiden ini diduga berkaitan erat dengan upaya wartawan dalam mengungkap praktik pertambangan emas ilegal di Belitang. Kecurigaan semakin menguat dengan adanya pola intimidasi sistematis yang menyasar pewarta saat melakukan peliputan.
“Kami menduga kuat ada jaringan bisnis ilegal yang merasa terancam oleh pemberitaan media, lalu menggunakan cara-cara kekerasan verbal dan tekanan sosial untuk membungkam wartawan,” ungkap seorang pengamat hukum pers nasional. “Hal ini sangat membahayakan bagi iklim demokrasi dan transparansi, khususnya di daerah yang rawan praktik ilegal.”
Koalisi aktivis dan organisasi media di Kalimantan Barat secara tegas mengutuk tindakan tersebut. Mereka mendesak aparat penegak hukum, termasuk Polda Kalimantan Barat dan Polres Sekadau, untuk segera mengusut tuntas kasus ini, serta menangkap para pelaku dan aktor intelektual di baliknya.
“Jika negara membiarkan profesi wartawan diintimidasi dan dihina tanpa ada proses hukum yang tegas, maka kita akan kehilangan salah satu instrumen penting dalam menjaga demokrasi dan mengawasi kekuasaan,” demikian pernyataan bersama dari sejumlah organisasi media di Kalimantan Barat.
Mereka juga menyerukan dukungan dari Dewan Pers dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengawal proses ini dan menjamin keamanan kerja jurnalistik, terutama di wilayah yang rawan konflik dan aktivitas ilegal.
Publisher -Red