
Pati, 19 Juli 2025 – Gelombang penolakan terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Kabupaten Pati semakin menguat. Hari ini, beberapa lembaga masyarakat menggelar diskusi publik untuk mengkaji kenaikan PBB P2 dari aspek hukum, dengan mengundang Bupati Pati Sudewo untuk memberikan penjelasan. Namun, Bupati tidak memenuhi undangan tersebut, memicu kekecewaan di kalangan penyelenggara dan peserta diskusi. Absennya Bupati menyebabkan diskusi tidak berjalan sesuai harapan dan justru diwarnai seruan agar Bupati mundur, selain tuntutan penurunan PBB P2.
Diskusi ini diinisiasi oleh tiga lembaga, yaitu Lembaga Studi Bantuan Hukum (LSBH) Teratai, Institut Hukum dan Kebijakan Publik (INHKA), dan Dewan Kota. Masing-masing lembaga diwakili oleh pimpinan mereka: Dr. Nimerodin Gulo, S.H., M.H. dari LSBH Teratai; Husaini dari INHKA; dan Pramudya Budi dari Dewan Kota, yang bertindak sebagai pemantik acara.
Dalam paparannya, Nimerodin Gulo menyoroti dugaan pelanggaran Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024. Ia menyatakan bahwa Perda tersebut mengatur kenaikan PBB P2 antara 20% hingga 100%, namun kenyataannya kenaikan yang diterapkan mencapai 250% bahkan lebih. “Kenaikan PBB ini inkonstitusional dan tidak sesuai dengan Perda yang selalu digaungkan Bupati. Ditambah lagi, penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) terkesan sepihak dan tidak sesuai kondisi lapangan,” ujar Nimerodin. Ia menambahkan bahwa tindakan ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan berpotensi memicu proses pemakzulan (impeachment) oleh DPRD.
Nimerodin juga menegaskan bahwa negara dibentuk untuk menyejahterakan rakyat, bukan untuk merampas hak-hak mereka. Ia mengkhawatirkan bahwa kenaikan pajak yang drastis dapat menjadi indikasi untuk meningkatkan insentif yang berpotensi pada tindakan korupsi.
Sementara itu, Direktur INHKA, Husaini, menyoroti berbagai “kekacauan dan keanehan” dalam pemerintahan Bupati Sudewo. Ia mencontohkan data produksi pertanian yang diklaim 10 ton per hektar, padahal realisasinya maksimal 8 ton. Di sektor pendidikan, kebijakan regrouping disebutnya menimbulkan kekacauan dan keluhan dari para guru. Dalam tata kota, penataan ruang lebih fokus pada Pendopo dan ruangan pejabat tertentu, bukan pada penataan kota secara menyeluruh. Selain itu, Husaini juga mempertanyakan penggunaan dana CSR untuk beasiswa, serta banyak “keanehan” lain yang dinilai sebagai upaya pencitraan Bupati.
Beberapa tokoh masyarakat yang hadir turut memberikan kesaksian mengenai dugaan arogansi Bupati Sudewo, serta adanya intimidasi dari aparat. Slamet Widodo, S.H., yang akrab disapa Om Bob, mendesak agar kenaikan PBB dikaji ulang karena memberatkan rakyat dan tidak sesuai dengan janji kampanye Bupati yang tidak akan menaikkan pajak.
Kesaksian mengenai intimidasi terus bermunculan dari berbagai tokoh. Menanggapi hal ini, LSBH Teratai menyatakan kesiapannya untuk memberikan pendampingan hukum secara gratis bagi siapa saja yang mengalami intimidasi atau dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik. Nimerodin Gulo secara tegas menyatakan bahwa mengkritisi pejabat dalam rangka mengawasi jalannya pemerintahan bukanlah tindakan yang dapat dijerat hukum ITE atau pidana.
Publisher -Red