
TANGERANG – 12 Oktober 2925– Isu-isu krusial yang disorot oleh LPKL-Nusantara terhadap Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang mencerminkan adanya “dualisme masalah” yang berpotensi mengabaikan keselamatan lingkungan dan tata kelola pemerintahan yang baik.
Berdasarkan surat klarifikasi kedua yang dilayangkan LPKL-Nusantara—dan belum direspon oleh DLH Kota Tangerang per 8 Oktober 2025—fokus utama kritik adalah pada tiga poin kunci: Tiga Isu Utama yang Disorot LPKL-Nusantara.
LPKL-Nusantara menyoroti proyek PSEL Kota Tangerang yang digarap bersama PT Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN). Meskipun kerja sama telah terjalin lama, proyek ini dinilai masih “gelap” dan belum menunjukkan progres signifikan (mangkrak). Di sisi lain, LPKL-Nusantara mempertanyakan adanya usulan kenaikan anggaran yang tidak transparan pada tahun 2024.
Menurut Ketua LPKL-Nusantara, Kapreyani, kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa anggaran melonjak sementara proyek PSEL macet total? Padahal, proyek PSEL ini sangat krusial untuk mengatasi masalah sampah yang sudah menggunung di TPA Rawa Kucing yang beroperasi sejak 1992 dan berisiko menjadi “bom waktu” lingkungan.
Isu hukum utama yang disorot adalah penetapan mantan Kepala DLH Kota Tangerang, Tihar Sopian, sebagai tersangka oleh Dirjen KLHK. Tihar Sopian ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus kebakaran TPA Rawa Kucing yang terjadi pada 20 Oktober 2023.
Isu ini menjadi sangat tajam karena menunjukkan adanya dugaan kelalaian serius dalam tata kelola lingkungan, yang berujung pada proses hukum terhadap pejabat tinggi DLH.
Selain isu proyek mangkrak dan masalah hukum, LPKL-Nusantara juga menyoroti adanya praktik pemungutan retribusi yang terkesan mencekik. Meskipun rincian spesifik mengenai retribusi ini tidak disebutkan, poin ini menambah daftar isu tata kelola pemerintahan yang dianggap bermasalah di DLH Kota Tangerang.
Sikap bungkam yang ditunjukkan oleh pejabat DLH (Sekdis) saat dikonfirmasi wartawan dan pengabaian terhadap surat klarifikasi pertama maupun kedua dari LPKL-Nusantara, memicu pertanyaan terkait akuntabilitas dan transparansi DLH.
Kapreyani menegaskan bahwa jika DLH Kota Tangerang tetap menutup diri dan mengabaikan surat klarifikasi, LPKL-Nusantara siap menempuh upaya hukum di Pengadilan, sebuah langkah yang diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan tidak adanya respon, LPKL-Nusantara meningkatkan tekanan dan mengancam untuk mempidanakan DLH jika klarifikasi terus diabaikan.
Publisher -Red