PANDEGLANG, 23 Desember 2025- – Apa yang bisa dilakukan penegak hukum dalam waktu 700 hari? Bagi Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang, waktu dua tahun ternyata belum cukup untuk sekadar menunjuk hidung siapa tersangka dalam dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PKBM tahun 2023.
Ketidakmampuan—atau mungkin keengganan—Kejari Pandeglang menetapkan tersangka meski Sprindik telah berkali-kali terbit, kini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Banten. Publik mulai bertanya-tanya: Apakah ini bentuk ketidakmampuan teknis, ataukah sebuah strategi “peti es” agar kasus ini perlahan menguap dan terlupakan?
Baru-baru ini, surat bernomor B-2548/M.6.13/Fd.1/11/2025 kembali meluncur. Belasan saksi dari empat PKBM—Tamansari, Handayani, Karya Bersama, dan Mutiara Hikmah—dipanggil secara maraton pada awal Desember 2025.
Namun, pemeriksaan ini terasa hambar. Ketika bendahara dan tutor terus-menerus “digilir” masuk ruang pemeriksaan tanpa ada kejelasan status hukum, prosedur ini mulai tampak seperti ritual administratif belaka. Jika indikasi siswa fiktif dan pemotongan anggaran sudah di depan mata, lantas bukti apalagi yang dicari? Apakah Kejari sedang menunggu koruptor menyerahkan diri secara sukarela?
Modus operandi dalam kasus ini sebenarnya bukan teka-teki silang yang rumit. Dugaan manipulasi data siswa fiktif dan “bancakan” anggaran oleh oknum tertentu adalah pola klasik yang mudah dibongkar melalui audit investigatif.
Sangat ironis ketika dana pendidikan yang seharusnya menjadi jembatan bagi masyarakat kurang mampu untuk mendapat ijazah kesetaraan, justru diduga menjadi ladang jarahan. Lebih ironis lagi melihat institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi justru terlihat “jalan di tempat” dan kehilangan tajinya menghadapi mafia PKBM.
Hingga Selasa (23/12/2025), bungkamnya pihak Kejari Pandeglang atas progres kasus ini kian mempertebal mosi tidak percaya publik. Diamnya penegak hukum di tengah tuntutan transparansi adalah sinyal bahaya bagi demokrasi.
Jangan sampai muncul stigma bahwa hukum di Pandeglang hanya tajam ke bawah namun tumpul saat berhadapan dengan jaringan “pengatur” anggaran. Jika kasus ini berakhir tanpa tersangka, maka Sprindik yang diterbitkan selama ini hanyalah tumpukan kertas tanpa makna, dan Kejari Pandeglang sukses mencatatkan sejarah kegagalan dalam menjaga amanah uang rakyat di sektor pendidikan.
Rakyat tidak butuh seribu surat pemanggilan saksi. Rakyat butuh satu keberanian: Seret aktor intelektualnya ke pengadilan. (Red)
Publisher -Red
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.











