LAMPUNG SELATAN –Selasa, 25 November 2025- Pelaksanaan proyek negara senilai puluhan miliar rupiah, Rehabilitasi Jembatan Way Galih, terindikasi kuat menjadi arena MALPRAKTIK KONSTRUKSI menyusul temuan material BESI BEKAS DAN BERKARAT pada struktur vital. Temuan mematikan ini, yang terungkap hari ini, Selasa, 25 November 2025, memicu desakan keras dari Masyarakat Lampung Selatan agar kasus ini segera diusut tuntas sebagai tindak pidana oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
Hasil pantauan di lokasi proyek menunjukkan pembesian yang dipasang tidak hanya melanggar standar teknis kualitas, tetapi juga menampilkan bukti material yang telah berkarat parah. Penggunaan material di bawah standar pada elemen penahan beban utama (struktur) ini dinilai sebagai ANCAMAN NYATA terhadap integritas jembatan dan potensi kegagalan bangunan. Bukti kecurangan ini diperkuat dengan indikasi pengurangan volume pekerjaan dan pengabaian total terhadap standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pernyataan Keras Masyarakat Lampung Selatan: “Ini adalah tindakan pengurangan mutu yang disengaja demi keuntungan pihak tertentu. Proyek ini didanai oleh uang rakyat, dan diduga dikerjakan dengan material rongsokan. Penggunaan besi bekas dan berkarat ini adalah PENIPUAN PUBLIK yang harus diselesaikan di ranah hukum pidana. Kami tidak akan membiarkan jembatan ini menjadi bom waktu struktural,” tegas perwakilan tokoh masyarakat.
Menanggapi pertanyaan terkait temuan besi bekas yang mengancam mutu jembatan, PPK BPJN Lampung memberikan pernyataan yang dinilai publik sebagai respons yang terlambat dan minim tanggung jawab:
PPK BPJN Lampung: “Akan segera kami periksa kembali, jika memang belum sesuai akan diganti. Dan terkait APD, kami sudah memberi teguran.”
Pernyataan ini menghina akal sehat, karena mengimplikasikan bahwa pelanggaran fatal—yang merupakan inti dari mutu konstruksi—hanya dapat diselesaikan dengan teguran dan penggantian sepihak. Publik menilai respons ini mengindikasikan adanya kelumpuhan fungsi pengawasan di tubuh BPJN Lampung.
Pihak kontraktor pelaksana, Perusahaan SBR, melalui pelaksana lapangan Dono, memilih untuk BUNGKAM SERIBU BAHASA ketika dimintai klarifikasi mengenai penggunaan material curang ini.
Sikap diam dari SBR semakin memperkuat dugaan adanya praktik kolusi dan penyimpangan terorganisir dalam pelaksanaan proyek, menunjukkan kurangnya transparansi dan kesiapan untuk bertanggung jawab di hadapan publik.
Penyimpangan mutu tidak hanya terjadi di Jembatan Way Galih. Hasil pantauan menunjukkan masalah meluas ke lini lain:
– Pengabaian Total K3: Pekerja ditemukan tanpa menggunakan APD standar (helm, rompi, pelindung), mencerminkan bahwa keselamatan pekerja diabaikan secara sistematis.
– Ruas Ir. Soetami Bermasalah: Pekerjaan pengerasan jalan pada ruas Ir. Soetami yang masuk dalam paket kegiatan ini juga menunjukkan ciri-ciri pengerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis, ditandai dengan banyaknya lubang dan pengerasan yang tidak merata.
Melihat seluruh temuan yang mengarah pada tindak pidana korupsi dan kelalaian struktural, Masyarakat Lampung Selatan menuntut APH untuk turun tangan segera dan menjalankan penyidikan kriminal terhadap:
– Dugaan Korupsi Material: Mengusut tuntas penggunaan besi bekas dan berkarat.
– Audit Volume: Memeriksa dugaan pengurangan volume dan spesifikasi kontrak.
– Tindak Tegas: Memanggil dan menindak tegas pelaksana SBR, oknum BPJN, dan konsultan pengawas yang terlibat dalam penyalahgunaan wewenang dan dana publik.
“Kami menuntut keadilan. Jangan sampai proyek Jembatan Way Galih menjadi bukti betapa lemahnya pengawasan negara terhadap mutu pembangunan,” tutup masyarakat.
Redaksi Tim Investigasi
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










