BEKASI — 7 Desember 2025- Alokasi Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kabupaten Bekasi tahun 2025 adalah cerminan tragis dari kebijakan publik yang berpihak pada perut birokrasi, bukan keselamatan rakyat. Analisis mendalam menunjukkan adanya kejahatan prioritas anggaran, di mana investasi vital untuk mitigasi bencana dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) digadaikan demi membiayai rutinitas operasional yang tidak efektif. Disparitas ekstrem dan rasio belanja yang tidak seimbang ini menguatkan kritik yang sebelumnya sejalan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.
Pemerhati Anti Korupsi, Ali Sofian, dengan tegas menyatakan, “Alih-alih memberantas korupsi, Pemda Bekasi justru menciptakan celah korupsi baru melalui alokasi yang tidak transparan dan tidak proporsional. Ini adalah pengkhianatan terhadap amanat publik.”
Kejanggalan terbesar terletak pada anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKD). Pos anggaran entitas administratif ini melonjak fantastis, menembus angka Rp1,131 Triliun. Angka yang tak terincikan ini hampir enam kali lipat dari total gabungan anggaran beberapa Badan vital lainnya.
Kami mempertanyakan: Mengapa BPKD memiliki pos anggaran sebesar ini? Pertanyaan ini muncul karena tidak adanya rincian jelas mengenai Belanja Transfer, Bantuan Keuangan, atau Belanja Tidak Terduga (BTT) yang seharusnya dipisahkan secara transparan dari Belanja Rutin BPKD itu sendiri.
Angka fantastis ini sengaja diciptakan sebagai ‘Kotak Hitam Triliunan Rupiah’. Tanpa perincian yang akuntabel, dana sebesar ini adalah target empuk bagi inefisiensi dan penyalahgunaan. Pemda Bekasi harus bertanggung jawab atas kurangnya transparansi ini yang menyulitkan pengawasan publik dan DPRD.
Alokasi untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menunjukkan prioritas yang salah fatal, bahkan dapat disebut menggadaikan nyawa rakyat.
BPBD, sebagai lembaga vital yang bertugas menjaga keselamatan nyawa dan aset daerah dari bencana, hanya mengalokasikan 8,15% dari total anggarannya untuk Belanja Modal. Angka ini hanya setara dengan Rp1,73 Miliar. Dana sekecil ini seharusnya digunakan untuk pembelian alat berat, perahu karet baru, sistem peringatan dini, dan infrastruktur kesiapsiagaan.
Sebaliknya, 91,85% anggaran BPBD dihabiskan untuk Belanja Operasi, yang meliputi gaji, perjalanan dinas, dan administrasi.
Gugatan Pedas: Apakah Rp1,73 Miliar cukup untuk menjamin kesiapsiagaan Kabupaten Bekasi menghadapi banjir dan potensi bencana lainnya? Tentu TIDAK! Ini adalah trade-off yang keji antara kenyamanan birokrasi dan keselamatan publik. Kecurigaan sangat kuat bahwa anggaran ini hanya berputar pada gaji, honor kegiatan, dan perjalanan dinas, sementara kesiapan peralatan vital dan mitigasi bencana diabaikan. Masyarakat adalah pihak yang paling dirugikan karena harus menanggung akibat lambatnya respon BPBD akibat keterbatasan dan usia alat.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) juga mempertontonkan pemborosan yang tidak bertanggung jawab dengan alokasi yang tidak efektif.
Bapenda menghabiskan 96% anggaran totalnya, atau sekitar Rp185,5 Miliar, hanya untuk Belanja Operasi. Hanya 4% yang tersisa untuk Belanja Modal.
Kritik Keras: Jika hampir seluruh anggaran dihabiskan untuk rutinitas internal, lalu apa kontribusi riil dari pengeluaran fantastis ini dalam menggali potensi pajak baru dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)? Dana sebesar ini diyakini hanya menguntungkan internal birokrasi, terutama penyedia jasa event organizer untuk sosialisasi atau survei lapangan yang hasilnya sering kali tidak terukur. Bapenda wajib membuktikan bahwa pengeluaran ini bukan sekadar pemborosan yang membebani APBD, serta menyajikan Laporan Kinerja yang terperinci.
Kami menuntut DPRD dan Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk segera mengakhiri kejahatan prioritas anggaran ini.
1. Bongkar BPKD: Pemda harus segera mempublikasikan rincian komponen terbesar anggaran BPKD, terutama pos Belanja Transfer dan BTT, agar dapat dipisahkan secara transparan dari biaya operasional internal yang sebenarnya.
2. DPRD Wajib Intervensi: DPRD harus memastikan adanya Re-alokasi Anggaran dalam APBD Perubahan 2025. Dana operasional BPBD harus dipotong dan dialihkan menjadi Belanja Modal. Kesiapsiagaan bencana harus menjadi prioritas investasi.
3. Audit dan Sanksi: Kami mendesak dilakukannya audit kinerja Bapenda. Jika Rp185,5 Miliar Belanja Operasi tidak berkorelasi dengan peningkatan signifikan PAD, sanksi tegas harus diberikan, bukan sekadar teguran.
Ini adalah pertarungan antara kenyamanan pejabat melawan nyawa warga. Kami menuntut Pemda Bekasi mengakhiri kejahatan prioritas ini segera!
Tim Investigasi
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.










