
TANGERANG – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Geram Banten Indonesia telah mengirimkan surat resmi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang. Surat bernomor 002/PERKLA/LSM/GRM/BTN-IND/DPC/TNG/KOTA/IX/2025 tersebut berisi tuntutan klarifikasi terkait dugaan pemborosan anggaran dalam alokasi tunjangan anggota DPRD Kota Tangerang tahun anggaran 2024, yang dinilai tidak proporsional dan berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi.
Berdasarkan kajian internal LSM Geram Banten Indonesia terhadap Peraturan Wali Kota Tangerang Nomor 89 Tahun 2023, total beban APBD untuk kegiatan DPRD pada tahun 2024 disebut mencapai lebih dari Rp 104 miliar. Angka ini menjadi sorotan karena dianggap tidak sebanding dengan ekspektasi kinerja yang diharapkan masyarakat.
Rincian Anggaran yang Disoroti LSM Geram Banten Indonesia:
* Tunjangan Perumahan dan Transportasi: LSM Geram Banten Indonesia menyoroti besaran tunjangan perumahan Ketua DPRD yang disebut mencapai Rp 37,5 juta per bulan, Wakil Ketua rata-rata Rp 34,25 juta, dan anggota biasa rata-rata Rp 31,75 juta. Selain itu, setiap anggota juga disebut menerima tunjangan transportasi berkisar Rp 18 juta hingga Rp 18,75 juta per bulan. LSM menilai angka ini tinggi, terutama mengingat lingkup wilayah kerja DPRD yang mencakup 13 kecamatan dan 104 kelurahan.
* Pakaian Dinas: Anggaran pengadaan pakaian dinas dan atribut DPRD disebutkan mengalami kenaikan dari Rp 745 juta pada tahun 2023 menjadi Rp 898,1 juta pada tahun 2024. Jika dibagi rata, angka tersebut mengindikasikan potensi alokasi hingga Rp 17,9 juta per anggota untuk pakaian dinas. LSM mempertanyakan efisiensi penggunaan anggaran ini.
* Dana Reses dan Operasional: Setiap anggota DPRD dilaporkan menerima tunjangan reses sebesar Rp 14,7 juta per pelaksanaan. Sementara itu, Ketua DPRD menerima Dana Operasional Rp 12,6 juta dan Wakil Ketua Rp 6,72 juta setiap bulan. LSM Geram Banten Indonesia mendesak transparansi mengenai penggunaan dana ini untuk menghindari potensi tumpang tindih anggaran.
LSM Geram Banten Indonesia berpendapat bahwa penggunaan APBD yang berlebihan ini berpotensi merugikan keuangan daerah dan dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Mereka merujuk pada Pasal 3 dan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). S. Widodo, S.H., Ketua DPC Kota Tangerang LSM Geram Banten Indonesia, menyatakan, “Tindakan ini juga dianggap melanggar prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Mereka percaya bahwa temuan ini sudah memenuhi unsur bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memanggil dan memeriksa pihak terkait.”
Sorotan serupa juga disampaikan oleh Ibnu Jandi, seorang aktivis dan pemerhati isu publik. Ia menarasikan bahwa besaran tunjangan anggota DPRD Kota Tangerang untuk tahun anggaran 2025, yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan, memicu kontroversi. “Angka-angka ini sontak memicu pertanyaan besar. Tunjangan tersebut jauh melampaui standar kewajaran, seolah-olah para wakil rakyat ‘dimanjakan’ oleh APBD Kota Tangerang,” ujar Ibnu Jandi pada Selasa, 9 September 2025.
Menurut Ibnu Jandi, besarnya tunjangan ini diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), khususnya Pasal 390 Ayat (3) yang menyatakan bahwa tunjangan anggota DPRD disesuaikan dengan kemampuan daerah. Ia menambahkan, Pasal 400 Ayat (3) UU MD3 secara tegas melarang anggota DPRD melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Upaya Konfirmasi:
Hingga berita ini diturunkan, Sekretaris Dewan (Sekwan) Kota Tangerang belum memberikan konfirmasi resmi terkait surat klarifikasi yang diajukan oleh LSM Geram Banten Indonesia. Pihak media masih terus berupaya mendapatkan tanggapan dari DPRD Kota Tangerang untuk memberikan informasi yang seimbang dan komprehensif kepada publik.
Publisher -Red