
LAMONGAN – Kabut tebal dugaan korupsi menyelimuti Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan. Sebuah bantuan hibah alat pertanian senilai ratusan juta rupiah dari pemerintah pusat, yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan petani, kini diduga raib dan beralih tangan melalui praktik penggadaian. Dugaan ini menyeret nama mantan pejabat dinas dan menimbulkan sorotan tajam terhadap kinerja aparat penegak hukum lokal.
Kasus ini berpusat pada sebuah alat produksi pabrikan pindad (kode PR 1800) senilai lebih dari Rp 200 juta. Alat canggih yang diserahkan kepada Dinas Pertanian Lamongan pada 14 Maret 2021 ini seharusnya digunakan untuk meningkatkan produksi jagung petani. Namun, alih-alih sampai ke tangan yang berhak, alat tersebut justru ditemukan di Jombang.
“Alat itu hanya singgah sebentar di gudang dinas. Setelah itu, hilang,” ungkap seorang sumber internal dinas yang tidak ingin disebutkan namanya, pada Jumat, 1 Agustus 2025. Sumber tersebut menunjuk dugaan keterlibatan seorang pejabat. “Waktu itu yang mengurusi Kabid PSP, Ibu Hartiwi Sisri Utami,” tegasnya.
Berdasarkan data internal, alat tersebut diduga dikeluarkan dari gudang dinas hanya sebulan setelah diterima, tepatnya pada 14 April 2021. Sebuah catatan misterius mencantumkan nama “Santoso” sebagai pihak yang menerima alat dan membawanya ke Jombang. Identitas Santoso dan alasan mengapa bantuan untuk petani Lamongan bisa “nyasar” ke kabupaten lain hingga kini menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.
Indikasi penggadaian semakin kuat seiring dengan ditemukannya keberadaan alat tersebut di Jombang. Jika terbukti, ini bukan lagi sekadar maladministrasi, melainkan dugaan tindak pidana korupsi yang secara brutal merampas hak-hak rakyat kecil dan mengkhianati amanat negara.
Dugaan penggelapan ini bukanlah isu baru. Laporan terkait kasus ini ternyata pernah disampaikan kepada Polres Lamongan pada periode sebelumnya, namun tidak ada tindak lanjut penyelidikan yang berarti. “Kami sudah mencari bukti dan data yang ada, tapi laporan ke Polres Lamongan tidak ada kelanjutannya,” ujar Ketua Bidang IWO Indonesia, Zanuwar, yang turun langsung untuk mempertanyakan kasus ini.
Stagnasi penanganan kasus di tingkat lokal ini menimbulkan kecurigaan publik. Mengapa laporan dugaan penggelapan aset negara dengan nilai signifikan tidak ditangani secara serius?
Kasus ini adalah cerminan buram tata kelola pemerintahan yang masih rentan terhadap praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Bantuan yang seharusnya menjadi modal kemajuan petani justru berubah menjadi komoditas gelap.
Oleh karena itu, desakan untuk membawa kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menguat. Publik menuntut jawaban jujur dan tindakan konkret: siapa aktor di balik layar skandal ini? Apakah ‘Santoso’ hanya pion, atau ada ‘pemain’ yang lebih besar di lingkungan Dinas Pertanian Lamongan? Akuntabilitas dan keadilan harus ditegakkan, dan aset negara yang telah digelapkan wajib dikembalikan.
Penulis: Tim Redaksi