
TANGERANG, BANTEN – Sejumlah orang tua siswa di SMPN 1 Sukadiri, Kabupaten Tangerang, Banten, melayangkan protes keras terkait dugaan pungutan yang dinilai memberatkan. Pungutan untuk biaya daftar ulang dan seragam sekolah yang disebut mencapai jutaan rupiah ini memicu perdebatan panas antara wali murid dan pihak sekolah dalam sebuah pertemuan baru-baru ini.
Berdasarkan keterangan salah satu sumber, rincian pungutan yang dibebankan kepada siswa baru meliputi biaya daftar ulang sebesar Rp1,2 juta dan uang seragam beserta kegiatan outing class sebesar Rp2,2 juta. Dengan demikian, total pungutan per siswa mencapai Rp3,4 juta. Dana tersebut diduga dikelola langsung oleh panitia guru.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dari Dinas Pendidikan. “Apakah Dinas Pendidikan mengetahui kondisi ini? Atau ada pembiaran? Apakah pungutan ini atas izin Dinas Pendidikan atau ada aturan yang membenarkan?” ujar salah seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Dengan jumlah siswa SMPN 1 Sukadiri yang mencapai 778 orang (378 laki-laki dan 400 perempuan), jika dikalikan dengan dugaan pungutan Rp3,4 juta per siswa, total dana yang terkumpul diperkirakan sangat besar, bahkan disebut melebihi anggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan BOS Daerah (BOSDA).
Praktik penjualan seragam dan pungutan biaya daftar ulang dengan harga tinggi di sekolah negeri ini dinilai sebagai bentuk pungutan liar (pungli) terselubung. Wali murid mengaku tidak menerima rincian harga seragam secara jelas, sehingga biaya yang dibebankan terasa sangat fantastis.
Penting diketahui, Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2022 secara tegas mengatur tentang pakaian seragam sekolah untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Peraturan ini melarang sekolah menjual seragam atau bahan seragam, serta mewajibkan siswa membeli seragam di sekolah.
Praktik pungutan liar juga memiliki konsekuensi hukum serius. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (perubahan dari UU Nomor 31 Tahun 1999) dapat menjerat pelaku pungli. Selain itu, pungli juga dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, dan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat dikenakan Pasal 423 KUHP. Regulasi lain yang relevan adalah Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), yang bertujuan memberantas praktik pungli.
Namun, upaya konfirmasi terhadap pihak terkait masih menemui jalan buntu. Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tangerang, Fahrudin, serta Kepala Bidang SMP, Dilli, tidak memberikan respons saat dikonfirmasi oleh wartawan pada Rabu (16/7/2025). Pihak sekolah pun enggan memberikan keterangan terkait dugaan pungutan liar yang memicu protes wali murid ini.
Dugaan pungutan ini menimbulkan beragam tudingan miring terhadap Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tangerang. Kondisi serupa yang disebut telah berlangsung dari tahun ke tahun menguatkan dugaan adanya “budaya” pungutan yang seakan mendapat restu dari Dinas Pendidikan.
Melihat kondisi ini, masyarakat mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera bertindak. Aktivis masyarakat berharap APH bergerak cepat melakukan penegakan hukum agar dugaan pungli di balik seragam sekolah di SMPN 1 Sukadiri tidak berlarut-larut dan merugikan masyarakat lebih luas.*(Red)