
CN- Pekalongan, 18 Juni 2025 – Sejumlah wali murid Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Pekalongan menyuarakan keberatan atas dugaan pungutan wajib yang dikemas sebagai “infak” dalam sebuah rapat pada Rabu (18/6). Pungutan ini, yang diduga ditetapkan oleh pihak sekolah melalui komite, menimbulkan polemik di kalangan orang tua siswa karena dianggap memberatkan dan tidak sesuai dengan prinsip infak sukarela.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, setiap wali murid dilaporkan diminta membayar Rp70.000 per siswa sebagai “infak modal awal” untuk rehabilitasi kelas 1 ABC. Selain itu, terdapat iuran rutin “Jumat Berkah” sebesar Rp5.000 untuk program tahfidzul Qur’an. Pungutan terbesar adalah “infak pembangunan dua ruang kelas” senilai Rp500.000 per siswa, yang dijadwalkan dibayarkan secara mencicil selama enam bulan, mulai Juli hingga Desember 2025.
Beberapa wali murid menyatakan bahwa penyampaian iuran ini terkesan sebagai kewajiban mutlak, tanpa memberikan ruang musyawarah yang memadai atau mempertimbangkan kondisi ekonomi orang tua. “Ini disebut infak, tapi kami merasa diwajibkan. Jika tidak membayar, seolah-olah kami tidak peduli. Jumlahnya juga cukup besar, terutama yang Rp500 ribu per anak, belum termasuk pungutan lainnya,” ungkap salah seorang wali murid yang memilih untuk tidak disebutkan namanya demi menjaga privasi.
Hingga rilis berita ini diturunkan, pihak MIN Pekalongan belum memberikan keterangan resmi atau klarifikasi terkait dugaan pungutan wajib tersebut. Praktik pungutan di sekolah negeri, khususnya yang berkedok sumbangan atau infak, seringkali menjadi perhatian publik, terutama jika menimbulkan beban finansial bagi orang tua siswa.
Merujuk pada regulasi Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, pungutan yang bersifat wajib di satuan pendidikan negeri tidak diperkenankan. Pengecualian dapat diberikan jika pungutan tersebut merupakan hasil keputusan komite sekolah yang didasarkan pada prinsip musyawarah, transparan, dan disetujui secara sukarela oleh semua pihak yang terkait.
Wali murid berharap pihak berwenang dapat segera melakukan investigasi dan memberikan klarifikasi terkait persoalan ini. Penting untuk memastikan bahwa setiap bentuk sumbangan atau infak di lingkungan pendidikan dilakukan atas dasar sukarela, tanpa ada unsur paksaan atau kewajiban terselubung, demi menjamin hak-hak pendidikan yang adil bagi seluruh siswa.*(Red)