
Aceh Timur, CN- 24 Juni 2025,– Program Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi aparatur desa di Kabupaten Aceh Timur kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, kegiatan ini mewajibkan seluruh desa untuk mengikuti pelatihan di Lombok dengan alokasi anggaran sebesar Rp17 juta per desa. Jika seluruh dari 513 desa ikut serta, estimasi total dana yang akan terserap mencapai lebih dari Rp8,7 miliar.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa sebagian dana untuk kegiatan ini telah dicairkan di sejumlah gampong (desa) di Aceh Timur, sementara gampong lainnya sedang dalam proses persiapan pencairan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai prioritas penggunaan Dana Desa, yang seharusnya dialokasikan untuk program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Ketua Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) DPC Aceh Timur, Saiful Anwar, mengkritik keras program ini. “Ini bukan Bimtek, ini terkesan seperti bisnis pelesiran atas nama pelatihan. Materi pelatihan sebenarnya bisa diakses secara gratis, namun kita mengeluarkan miliaran rupiah hanya untuk mendengarkannya di hotel mewah,” ujar Saiful Anwar.
Program Bimtek ini dinilai banyak pihak tidak relevan, tidak mendesak, dan kurang berpihak pada kebutuhan dasar masyarakat desa. Anggaran Bimtek ini dilaporkan langsung dipotong dari pagu Dana Desa, yang berpotensi mengorbankan program pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat demi, “sertifikat dan kesempatan berfoto di pantai.”
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan kekecewaannya. “Kami mengharapkan pembangunan, tetapi yang diberikan adalah seminar di luar provinsi. Ini terasa seperti penghinaan terhadap kebutuhan riil masyarakat,” ujarnya.
Pertanyaan mendasar juga muncul terkait lokasi pelaksanaan Bimtek. Mengapa harus ke Lombok? Apakah Kabupaten Aceh Timur tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk pelatihan seperti aula, hotel, atau pusat pelatihan?
Seorang tokoh masyarakat, yang juga tidak ingin disebutkan identitasnya, menambahkan, “Jika tujuannya adalah belajar, cukup dilaksanakan di Idi Rayeuk (ibu kota Aceh Timur). Namun jika tujuannya adalah rekreasi, barulah Lombok menjadi pilihan.”
Meningkatnya desakan dari masyarakat agar Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan untuk melakukan audit terbuka dan memastikan transparansi penggunaan dana ini. Masyarakat juga menuntut penghentian praktik Bimtek mahal yang disinyalir lebih menyerupai kegiatan liburan terselubung.
Seorang keuchik (kepala desa) yang tidak mau namanya dipublikasikan mengungkapkan keprihatinannya. “Dana Rp17 juta itu bisa digunakan untuk membangun jalan setapak ke sawah, memasang lampu jalan, atau membantu anak yatim. Namun, dana tersebut justru dihabiskan untuk pelatihan yang terkesan basa-basi,” keluhnya.
Situasi ini membuka mata publik bahwa tidak semua kegiatan yang berlabel pelatihan membawa manfaat nyata. Terkadang, kegiatan tersebut justru menguji kesabaran masyarakat dalam melihat alokasi uang mereka yang terkesan dihamburkan.
Publisher -Red
Reporter -Jhon
Sumber informasi – DPC Aceh Timur, Saiful Anwar