BANGGAI LAUT – 23 Desember 225- Praktik kolusi sistemik dalam pengelolaan pungutan Galian C di Kabupaten Banggai Laut kini memasuki fase kritis. Selama lebih dari satu dekade, birokrasi daerah diduga kuat telah menjalankan praktik pungutan ilegal yang mencekik pelaku usaha dan menguapkan potensi pendapatan daerah hingga ratusan miliar rupiah melalui skema pajak ganda yang tidak masuk akal.
Berdasarkan investigasi fakta di lapangan, ditemukan jurang perbedaan yang sangat kontras antara azas keadilan dengan praktik yang dijalankan oleh oknum di birokrasi pendapatan daerah:
1. Penyimpangan Sasaran Pungutan: Secara logika hukum dan etika birokrasi, beban pajak seharusnya menjadi tanggung jawab penyedia material di lokasi pengambilan. Namun, birokrasi justru menyasar kontraktor sebagai objek pungutan, padahal posisi mereka hanyalah pembeli atau pengguna material.
2. Praktik Pajak Ganda (Double Taxation): Kontraktor yang sudah terbebani kewajiban pajak resmi, dipaksa kembali membayar iuran Galian C kepada daerah. Ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bentuk pemerasan terstruktur yang menghisap modal kerja para pengusaha dan merusak iklim investasi daerah.
3. Penyanderaan Anggaran di Meja Birokrasi: Oknum pejabat diduga melakukan penagihan secara paksa justru saat proses pencairan dana proyek di kantor-kantor pemerintahan. Ini merupakan bentuk “premanisme birokrasi” yang memanfaatkan posisi tawar kontraktor yang sedang membutuhkan pencairan anggaran hasil kerja mereka.
Indikasi ini diperkuat oleh pengakuan narasumber yang merupakan mantan pejabat di internal birokrasi pendapatan daerah berinisial FK, yang membenarkan adanya malpraktik anggaran tersebut.
“Ini adalah kesalahan fatal. Praktik ini sudah melenceng jauh dan sengaja dibiarkan bertahun-tahun seolah-olah menjadi kebijakan yang sah demi kepentingan oknum tertentu,” tegas FK.
Kesaksian dari internal ini menjadi bukti petunjuk bahwa kebijakan pemungutan pajak kepada kontraktor dilakukan dengan kesadaran penuh akan adanya ketimpangan prosedur, namun tetap dipaksakan demi motif yang patut dipertanyakan.
Pertanyaan besar yang kini mengguncang publik adalah: Ke mana perginya akumulasi dana dari pungutan yang menyimpang ini selama belasan tahun? Mengingat pungutan ini dilakukan dengan cara-cara yang melenceng, muncul dugaan kuat bahwa dana tersebut tidak sepenuhnya masuk ke kas daerah (PAD), melainkan mengalir ke jalur-jalur gelap untuk memperkaya pribadi maupun kelompok tertentu melalui skema “upeti” yang rapi.
Mengingat rusaknya integritas birokrasi di daerah dan lemahnya pengawasan internal, langkah darurat dari Pemerintah Pusat sangat mendesak untuk dilakukan:
1. Sidak dan Investigasi Lapangan: Mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Mabes Polri untuk segera melakukan inspeksi mendadak ke Banggai Laut guna memutus mata rantai pungutan ilegal yang telah berurat akar selama 12 tahun.
2. Audit Forensik Total: Menuntut BPK RI dan BPKP melakukan audit investigatif terhadap seluruh aliran dana Galian C serta melakukan penelusuran kekayaan (asset tracing) terhadap pejabat terkait yang menangani pendapatan daerah sejak periode dimulainya praktik ini.
3. Sanksi dan Ketegasan Hukum: Meminta Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan evaluasi total dan menjatuhkan sanksi administratif berat, serta mendesak aparat penegak hukum segera menetapkan tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi dan pemerasan dalam jabatan.
Sikap bungkam yang ditunjukkan oleh otoritas pendapatan daerah saat ini menjadi sinyal kuat bahwa ada kejahatan anggaran skala besar yang sedang berusaha ditutupi. Publik Banggai Laut menuntut transparansi dan keadilan; hukum tidak boleh bengkok hanya untuk melegalkan perampokan terhadap hak-hak pelaku usaha dan uang negara.
Publisher -Red PRIMA
Eksplorasi konten lain dari Cyber Nasional
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.











